Bermula sebagai mahasiswa penerima beasiswa, siapa sangka Gatot Wilotikto berujung terjebak di Korea Utara selama puluhan tahun. Mirisnya, selama itu ia juga harus hidup tanpa kewarganegaraan, lo.
Tahukah kamu, pada masa pemerintahan Soekarno, Indonesia dan Korea Utara memiliki hubungan yang baik.
Bahkan kala itu mahasiswa Indonesia bisa mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi di Korut.
Salah satunya adalah Gatot Wilotikto yang kala itu merupakan mahasiswa jurusan Biologi di Universitas Padjadjaran.
Sayangnya, peristiwa G30S/PKI kemudian mengubah seluruh hidupnya.
Ia harus terjebak di Korea Utara tanpa kewarganegaraan selama puluhan tahun.
Kisah WNI Terjebak di Korea Utara
Pada tahun 1960, Gatot mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi di Korea Utara.
“Ada undangan dari sana, mereka menerima dua mahasiswa. Maksud utama selain belajar, memang untuk menggalang hubungan persahabatan dua negara ini,” katanya dilansir dari bbc.com.
Kesempatan ini menjadi istimewa karena artinya Gatot merupakan salah satu WNI pertama yang menetap di Pyong Yang, Korea Utara.
Keberangkatannya bahkan setahun lebih cepat dari terjalinnya hubungan diplomatik antar kedua negara di tahun 1961.
Sementara konsulatnya baru ada tiga tahun kemudian, yakni di tahun 1964.
Sayangnya setahun kemudian mimpi buruk Gatot dimulai, terjadi peristiwa 30 September 1965.
Enam jenderal terbunuh dan kabarnya pelaku merupakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Lalu terjadi pembersihan, pembunuhan, dan pembuangan orang kiri besar-besaran di Indonesia.
Tindakan pembersihan pun menjalar ke WNI yang tengah berada di luar negeri.
Mereka harus mengikuti penelitian khusus (litsus) dan jika dianggap terhubung dengan PKI akan menghadapi penjara dan pembuangan.
Merasa tidak memiliki jaminan untuk lolos litsus, Gatot memutuskan untuk mangkir dan berakibat pada pencabutan statusnya sebagai WNI.
Kehilangan Status WNI di Negeri Orang
Akibat mangkir dati litsus, paspor Gatot mengalami pencabutan pada April 1966.
Ia resmi menjadi warga tanpa negara sehingga harus terjebak di Korea Utara.
Untungnya, undang-undang setempat tetap melindunginya sebagai warga negara asing.
Gatot tetap bisa meneruskan studi hingga lulus menjadi sarjana teknik listrik.
Ia kemudian bekerja menjadi peneliti di universitas, menikah, dan memiliki tiga anak.
Namun meski hidup dengan berkecukupan, Gatot tidak bisa menghapus kerinduan pada tanah air.
“Manis dilihat tapi mungkin pahit dirasa,” jelasnya.
Apalagi selama terjebak di sana, komunikasinya dengan keluarga di Indonesia pun terputus.
Titik Terang di Tahun 1998
Pada masa pemerintahan Gus Dur, titik terang untuk kembali ke Indonesia mulai terlihat.
Di tahun 1998 ia sukses mendapatkan kembali paspor serta status sebagai WNI setelah 45 tahun hidup sebagai warga tanpa negara.
Ia kemudian mulai merencanakan pemindahan keluarganya ke Indonesia untuk mencari masa depan yang lebih baik.
“Saya pribadi, menghabiskan masa tua lebih enak di sana karena biaya hidup di sana lebih murah, tetapi saya memikirkan masa depan anak-anak. Kita tahu sendiri, Korea Utara negara tertutup dan masa depan di sana tidak menentu,” jelasnya.
Keputusan ini tentu sulit, karena meninggalkan Korut adalah keputusan sekali jalan.
Artinya tidak ada peluang untuknya kembali menetap lagi di sana.
***
Semoga informasinya bermanfaat Sahabat 99.
Simak artikel menarik lainnya di portal Berita 99.co Indonesia.
Jangan lupa, kunjungi 99.co/id untuk menemukan hunian impianmu.
Ada beragam pilihan properti menarik di sana, misalnya saja kawasan Transpark Juanda.