Berita Ragam

Kisah Sedih Keluarga Tinggal di Kandang Sapi karena Terlilit Utang Rentenir. Padahal Dulu Punya Rumah!

3 menit

Sebuah kandang sapi yang terbuat dari susunan kayu dan dilapisi terpal di sisinya tersebut ternyata menjadi rumah bagi keluarga Ngadiono. Mereka terpaksa tinggal di kandang sapi setelah terlilit utang puluhan juta rupiah.

Kandang sapi nan sederhana yang dijadikan tempat tinggal tersebut berlokasi di pinggir Sungai Oya, Padukuhan Kedungranti, Kapanewon Nglipar, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kandang sapi itu pun sebenarnya berdiri di tanah milik ibu kandung Ngadiono, tetapi kini sudah diwariskan kepada anak yang lain.

Sebelum tinggal di kandang sapi, Ngadiono (52) dan istrinya, Sumini (44), sebenarnya memiliki sebuah rumah yang sederhana.

Namun, rumah tersebut terpaksa dijual karena Ngadiono terlilit utang besar kepada rentenir.

Kisah Sedih Terlilit Utang hingga Tinggal di Kandang Sapi

keluarga ngadiono tinggal di kandang sapi

sumber: Merdeka.com

Jauh sebelum tinggal di kandang sapi, Ngadiono mengaku memiliki sebuah rumah.

Namun, rumah tersebut ambruk karena gempa bumi pada tahun 2006.

Untungnya, ada perusahaan yang memberikan dana corporate social responsibility kepada Ngadiono sehingga rumahnya bisa diperbaiki.

Petaka dimulai beberapa tahun setelah ketika kondisi ekonomi keluarganya memburuk.

Awalnya, Ngadiono bekerja sebagai tukang sablon, sedangkan sang istri bekerja jualan sayur.

Karena penghasilan tidak mencukupi, akhirnya mereka berutang.

Untuk membayar utang tersebut, Ngadiono terpaksa menjual semua harta bendanya.

Namun, utang tersebut belum juga lunas.

Selain kepada rentenir, dia juga ternyata berutang ke bank konvensional.

Kelimpungan mencari uang untuk membayar utang yang mencapai puluhan juta, akhirnya dia terpaksa menjual rumah dan tanah warisan miliknya.

“Dulu saya bekerja jadi tukang sablon. Kalau istri saya sambil jualan sayur. Terpaksa berutang karena memang terdesak kondisi ekonomi saya. Untuk membayarnya saya jual rumah ke adik,” kata Ngadiono, dikutip dari Merdeka.com, belum lama ini.

Setelahnya, dia mencoba peruntungan dengan merantau dan bekerja di Kebun Kelapa Sawit di Bangka Belitung.

“Saya kerja di sana (Bangka Belitung) untuk membayar utang. Utang saya banyak. Tahun 2012 saya merantau ke sana. Kemudian 2013 anak istri saya menyusul,” ucap Ngadiono.

Di Bangka, nasib baik tidak kunjung menghampiri Ngadiono dan Sumini.

Ngadiono hanya mendapat upah Rp50 ribu per hari dan Sumini Rp40 ribu per hari sebagai buruh harian di perusahaan sawit.

Akhirnya, pada tahun 2018, Ngadiono mengakhiri perantauannya dan pulang ke kampung halaman.

Sayangya, dia tidak lagi memiliki rumah di kampungnya tersebut.

Karena tidak punya tempat tinggal, Ngadiono memutuskan tinggal di sebuah gubuk di tengah hutan milik Perhutani.

Dia tinggal dalam gubuk tersebut sampai tahun 2021.



Kemudian, empat bulan lalu, Ngadiono pindah ke kandang sapi yang ditempatinya saat ini.

Kamar Sempit di Kandang Sapi

keluarga ngadiono terlilit utang

sumber: Merdeka.com

Di dalam kandang tersebut terdapat sebuah ruang kecil seukuran 3 m x 2 m yang dijadikan kamar tidur.

Kamar sempit itulah yang menjadi tempat Ngadiono (52), Sumini (44), dan tiga anaknya tidur.

Ketiga anak yang tinggal bersama mereka adalah anak nomor 1, 3, dan 4.

Melansir Kompas.com, anak nomor dua tinggal bersama keluarga Sumini di Padukuhan Piyuyon, Kapanewon Semanu.

Anak sulungnya pun sering tinggal bersama sang nenek yang tidak jauh dari kandang sapi yang ditempatinya saat ini.

Kemudian, anak nomor tiga juga sering tinggal di Padukuhan Piyuyon.

Namun, karena tengah menjalani sekolah daring, siswa kelas VII SMP tersebut kini tinggal bersamanya.

Untuk memenuhi kebutuhan belajar anaknya, Ngadiono terkadang meminjam gawai saudaranya untuk keperluan pengerjaan tugas sang anak.

“HP ini dulu beli Rp 250.000, ya karena HP lama kadang sulit mengirim tugas anak, kadang harus pinjam ke saudara untuk mengirim tugas,” kata Ngadiono

Tidak hanya itu, untuk tidur, mereka juga harus berbagi ruang dengan tiga ekor sapi dan dua ekor kambing miliknya serta saudaranya di kandang tersebut.

Supaya kasur tidak menyentuh tanah, Ngadiono sengaja meninggikan tempat tidur di kamar tersebut.

Sementara, untuk penerangan, Ngadiono menarik kabel dari rumah saudaranya.

Kemudian, untuk mandi, buang air, dan mencuci pakaian, mereka lakukan dengan cara memanfaatkan sungai yang berjarak beberapa meter dari kandang tersebut.

Akan Segera Dipindahkan

Untuk memenuhi kegiatan sehari-hari, Ngadiono kerap membantu warga sekitar untuk mengolah lahan pertaniannya.

Dia juga mengolah lahan milik Perhutani yang ditanami palawija dan padi saat musim penghujan.

Dukuh Kedungranti, Tukiyarno, mengaku tengah mencari solusi untuk tempat tinggal baru Ngadiono dan keluarganya.

Pasalnya, aliran Sungai Oya sangat berbahaya untuk ditinggali.

Bahkan, pada 2017, sungai tersebut sempat meluap cukup tinggi.

Maka dari itu, Tukiyarno dan RT akan mengupayakan bantuan pendirian rumah.

Sayangnya, Ngadiono tidak memiliki tanah, sehingga dia lebih sulit untuk membantu.

Solusi alternatifnya, lanjut Tukiyarno, adalah membuat rumah semi permanen di tanah kas kelurahan.

“Tetap saya pindahkan ke tanah O (tanah kas) karena di sini banjir dulu. Sudah dalam rumusan kami, dampak bencana di Kedungranti harus kita hindari,” kata Tukiyarno.

***

Semoga artikel ini bermanfaat untuk Sahabat 99, ya!

Jangan lewatkan informasi menarik lainnya di portal Berita 99.co Indonesia.

Jika sedang mencari rumah di Tangerang, bisa jadi Kiara Payung Barat Residence adalah jawabannya.

Cek saja di 99.co/id untuk menemukan rumah idamanmu!




Theofilus Richard

Penulis konten | Semoga tulisanku berkesan buat kamu

Related Posts