Berita Ragam

Dituduh PKI dan Dipenjara, Kisah Tragis Teuku Markam Sang Penyumbang Emas Monas

2 menit

Setelah menyumbangkan emas untuk Monumen Nasional (Monas), hidup Teuku Markam malah berakhir tragis. Berikut adalah kisah tragis sang penyumbang emas Monas ini.

Nama Teuku Markam memang tidak sepopuler tokoh lainnya dari Aceh, semisal Cut Nyak Dien.

Pria yang lahir pada 12 Maret 1924 itu berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia ketika baru merdeka.

Sebagai pengusaha, dia membantu negara melalui keterlibatannya dalam berbagai proyek infrastruktur dan sumbangan hartanya.

Namun, kontribusi tersebut seolah-olah menjadi tidak bernilai ketika dituduh PKI dan berakhir di penjara.

Teuku Markam Sumbang Emas untuk Monas

emas monumen nasional

Di masa awal kemerdekaan, Teuku Markam adalah salah satu dari sedikit orang Indonesia yang berprofesi sebagai pengusaha.

Berbagai usaha dijalankannya, mulai dari ekspor-impor besi, beton, hingga plat-plat baja.

Kesuksesan di dunia bisnis tentu membuat hidupnya dilimpahi kekayaan.

Bahkan, dia disebut-sebut pernah menyandang predikat sebagai orang terkaya se-Indonesia.

Maka dari itu, tidak heran jika Markam bisa menyumbang emas untuk Monas.

Salah satu daya tarik dari Monas adalah bagian puncaknya yang dilapisi 38 kilogram emas.

Nah dari 38 kilogram emas tersebut, 28 kilogram di antaranya merupakan sumbangan dari Teuku Markam.

Cukup besar bukan porsi sumbangan dari pria asal Aceh ini?

Tidak hanya itu, melansir WartaKotaLive.com, Markam juga kerap disebut sebagai salah satu orang yang turut andil dalam membebaskan lahan Senayan menjadi pusat olahraga.

Belum lagi, namanya juga sering disebut sebagai salah satu investor utama terselenggaranya Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955.

Dituduh PKI dan Harta Diambil Negara

teuku markam penyumbang emas monas

sumber: Viva.co.id/gpriority.co.id

Meski telah berkontribusi besar, tidak lantas membuat hidup Markam tenang.

Pada era kepemimpinan Soeharto kejayaannya berakhir.



Setelah peristiwa G30S, Markam tiba-tiba diciduk dan dipenjara.

Alasannya, dia dituduh terlibat secara aktif dalam pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan dianggap sebagai Soekarnois garis keras.

Dia pun harus mendekam di Tahanan Budi Utomo pada tahun 1966 tanpa adanya proses pengadilan.

Setelah itu, dia beberapa kali dipindahkan ke sejumlah rumah tahanan, di antaranya adalah Penjara Salemba, Tahanan Cipinang, dan terakhir ke Tahanan Nirbaya.

Belum cukup sampai di situ, mengutip WartaKotaLive.com, pemerintah di era Soeharto juga mengambil semua properti dan harta milik Markam.

Semua aset, termasuk kantor, tanah, dan bisnisnya diambil pemerintah, bahkan tidak disisakan sedikit pun untuk keluarga dan anak-anak Markam.

Hal inilah yang menjadi titik balik kehidupan keluarga Markam, dari yang sebelumnya berkecukupan menjadi terlunta-lunta.

Setelah Bebas dari Penjara

penyumbang monas dituduh PKI

sumber: TribunManado.co.id

Markam bebas dari penjara pada tahun 1974 dan kemudian kembali menekuni bisnis dengan mendirikan PT Marjaya.

Perusahaan tersebut menggarap sejumlah proyek dari Bank Dunia untuk pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa Barat.

Namun, tidak ada satu pun dari proyek tersebut yang diresmikan oleh pemerintahan Soeharto.

Selain itu, dia juga masih sering mendapat “pandangan hina” dari orang-orang karena dianggap sebagai antek PKI.

Hingga akhirnya meninggal pada tahun 1985, nama baik Markam belum pulih dan masih dicap sebagai pengkhianat.

***

Semoga artikel ini bermanfaat untuk Sahabat 99 ya!

Jangan lewatkan informasi menarik lainnya di portal Berita 99.co Indonesia.

Jika sedang mencari apartemen di Jakarta Barat, bisa jadi Aerium Apartment adalah jawabannya.

Cek saja di 99.co/id untuk menemukan apartemen idamanmu!




Theofilus Richard

Penulis konten | Semoga tulisanku berkesan buat kamu

Related Posts