Pandemi covid-19 berdampak besar pada pasar gedung perkantoran Jakarta. Bahkan hingga saat ini, tarif sewa perkantoran terus menurun dan bersaing ketat, Sahabat 99.
Salah satu dampak pandemi di Indonesia adalah menurunnya permintaan gedung perkantoran.
Terlebih saat ini lebih banyak orang yang berkerja dari rumah tanpa perlu ke kantor.
Akibatnya, tingkat okupasi pun menurun sehingga menimbulkan penurunan tarif sewa perkantoran.
Tarif Sewa Perkantoran di Jakarta Terus Menurun
Semakin minimnya permintaan pasar gedung perkantoran otomatis membuat harganya menurun.
Pasalnya jumlah pasokan masih tinggi sementara pasarnya mengecil.
Kondisi ini pun pada akhirnya memicu perang tarif sewa di kalangan pemilik gedung.
“Kondisi ini menjadi alasan terjadinya perang tarif di antara gedung. Terutama pada gedung-gedung dengan tingkat keterisian di bawah 50 persen. Baik yang ada di CBD dan luar CBD,” ungkap Head of Office Services Colliers Indonesia Bagus Adikusumo seperti yang dikutip 99.co dari kompas.com.
Penurunan ini cukup signifikan karena mencapai sekitar 20 persen dari kurun 2016 hingga kuartal I 2021.
Kini di kawasan CBD saja, rata-rata tarif sewa adalah Rp 249.537 per meter persegi per bulan.
Sementara untuk kawasan luar CBD tarifnya sekitar Rp 185.447 per meter persegi per bulan.
Penurunan tarif ini terjadi karena pengelola terdesak biaya operasional gedung yang tetap ada meski okupasi rendah.
“Mereka tetap harus bayar listrik, air, biaya perawatan, karyawan dan lain-lain. Daripada pemasukan kosong, mereka memilih memberikan insentif kepada tenant, dan menerapkan tarif sewa rendah kepada calon tenant,” kata Bagus lebih lanjut.
Selain itu, pengelola gedung juga kerap memberi insentif bebas sewa selama fitting out untuk tenant dan calon tenant.
Bagas sendiri memproyeksi penurunan akan terus terjadi sepanjang tahun 2021 hingga kondisi Indonesia membaik.
Tingkat Okupasi Terburuk Sepanjang Sejarah
Perlu kamu tahu, tingkat okupasi gedung perkantoran saat ini adalah yang terburuk sepanjang sejarah.
Bahkan persentasenya berada di bawah 80 persen, yakni hanya sekitar 79,2 persen dari total 6,96 juta meter persegi pasokan.
Di CBD sendiri tingkat okupasinya hanya 78,4 persen dari pasokan 3,63 juta meter persegi.
Artinya, setidaknya ada sekitar 221 hektar ruang kosong di gedung perkantoran ibukota.
Oleh sebab itu, aktivitas pembangunan gedung perkantoran akan mundur waktu penyelesaian konstruksinya.
Alasan utamanya untuk menjaga keseimbangan rata-rata permintaan dan pasokan agar tidak semakin tergerus.
Jika pembangunan terus berlanjut, ada kemungkinan penurunan tingkat hunian 2-2,5 persen di penghujung tahun 2021.
***
Semoga informasinya bermanfaat Sahabat 99.
Simak artikel menarik lainnya di portal Berita 99.co Indonesia.
Kunjungi 99.co/id untuk menemukan hunian impianmu.
Ada beragam pilihan properti di sana, seperti area Alana Garden Serpong.