Berita Berita Properti

10 Surat Tanah Tradisional yang Bukan Sertifikat Sah. Harus Segera Dikonversi!

4 menit

Meski bukan jenis surat penanda sertifikat tanah resmi dan diakui negara, ternyata masih banyak masyarakat Indonesia yang memercayakan hal ini pada surat tanah tradisional. Seperti apa sih?

Property People, selama ini Anda pasti telah mengetahui jenis-jenis sertifikat tanah yang telah diakui negara, kan?

Di sisi lain, surat tanah tradisional masih banyak dipercaya orang-orang hingga kini sebagai bukti kepemilikan. Kok bisa sih, padahal kan tak resmi?

Sebetulnya UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria telah mengatur apa saja jenis sertifikat tanah yang sah di mata hukum.

Beberapa sertifikat resmi tersebut di antaranya Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), dan Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS).

Tak bisa dipungkiri, ternyata surat-surat tersebut tidak semua dimiliki oleh para pemilik tanah.

Banyak dari mereka yang memperoleh lahan/tanah secara turun-temurun, sehingga hanya memegang surat tanah tradisional saja.

Beberapa surat tanah tradisional di antaranya terdapat dalam penjelasan di bawah ini.

Jenis Surat Tanah Tradisional di Indonesia

1. Girik

surat tanah tradisional

Sumber: jogjarealty.com

Ungkapan istilah girik mungkin sudah populer di telinga Anda ya, Property People?

Girik ini bukanlah sertifikat kepemilikan tanah, melainkan hanya sebuah surat pertanahan yang menunjukkan penguasaan lahan untuk keperluan perpajakan.

Di dalam surat ini dapat ditemui nomor, luas tanah girik, serta pemilik hak atas tanah karena jual beli atau warisan.

Kepemilikan tanah dengan surat girik ini sendiri harus ditunjang dengan bukti lain yaitu kepemilikan Akta Jual beli (AJB) atau surat waris.

2. Petok D

surat tanah tradisional

Sumber: fentianita.blogspot.com

Sebelum tahun 1960, surat Petok D memiliki kekuatan yang setara dengan sertifikat kepemilikan tanah.

Namun setelah Undang-Undang Pokok Agraria berlaku pada 24 Desember 1960, aturan itu tidak berlaku lagi.

Kini, surat tanah tradisional berbentuk petok D hanya dianggap sebagai alat bukti pembayaran pajak tanah oleh sang pengguna tanah.

Jadi, surat ini sangat lemah jika difungsikan sebagai surat kepemilikan atas tanah, maka itu perubahan Petok D harus menjadi SHM harus segera dimiliki.

Akibat dari masih banyaknya masyarakat yang masih awam dengan perubahan peraturan tersebut, surat Petok D kerap menimbulkan permasalahan dalam jual-beli tanah.

3. Letter C

surat tanah tradisional

Sumber: fibrianto.com

Kepemilikan atas tanah di Indonesia biasanya diberikan secara turun-temurun.

Pada zaman dulu pengaturan atas kepemilikan properti belum terlalu ketat pengaturannya.

Maka itu muncul berbagai surat-surat tanah, salah satunya surat Letter C.

Letter C merupakan tanda bukti kepemilikan atas tanah oleh seseorang yang berada di kantor desa/kelurahan.

Surat Letter C yang berbentuk buku ini sendiri fungsinya adalah sebagai catatan penarikan pajak dan keterangan mengenai identitas tanah pada zaman kolonial.

Namun pada masa kini, Letter C masih digunakan sebagai identitas kepemilikan tanah.

Data-data tanah yang berada dalam Letter C ini sendiri disebut-sebut kurang lengkap karena pemeriksaannya selalu dilakukan dengan asal-asalan.



Bila berniat melakukan perubahan legalitas, kamu bisa melakukan pengubahan surat Letter C menjadi SHM.

4. Surat Ijo

surat tanah tradisional

Sumber: portalblitar.blogspot.com

Surat Hijau atau Surat Ijo ini hanya berlaku di Kota Surabaya, Property People.

Dokumen ini merujuk pada surat dengan tanah berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari pemerintah kota kepada orang yang menyewa tanah tersebut.

Disebutkan, Surat Ijo tersebut dapat diperpanjang oleh pihak penyewa selama tanah yang disewakan tidak akan digunakan oleh Pemkot Surabaya.

Mengapa namanya Surat Ijo?

Karena blangko surat perizinan atas hak pemakaian tanahnya sendiri berwarna hijau.

Lahan tanah dengan Surat Ijo ini tidak akan diberikan atau dijual kepada penyewa karena dapat menimbulkan kecemburuan sosial.

Maka itu tanah-tanah tersebut tetap dibiarkan sebagai tanah sewaan dengan keterangan Surat Ijo.

5. Rincik Tanah

Rincik Tanah juga kerap disebut sebagai Surat Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia

6. Kikitir

Kikitir tanah adalah bukti tanda pajak tanah yang digunakan oleh masyarakat dulu.

Kikitir tanah bukan merupakan surat bukti kepemilikan tanah yang sah dan tidak menjamin bahwa orang yang namanya tercantum dalam dokumen tersebut adalah pemilik tanah.

Hal ini sudah dijelaskan dalam Putusan MARI Nomor 663 K/Sip/1970 tanggal 22 Maret 1972 ya, Property People. Jadi jangan sampai terkecoh!

7. Eigendom

eigendom verponding

Surat tanah eigendom atau eigendom verponding kerap dimiliki orang tua-orang tua yang punya tanah dari zaman penjajahan Belanda.

Eigendom merupakan kata dalam bahasa Belanda yang secara harfiah memiliki arti “milik” atau “kepemilikan.”

Ini adalah istilah yang sering digunakan dalam konteks properti atau hukum properti untuk merujuk kepada hak kepemilikan atas tanah atau barang.

Dalam banyak kasus, istilah ini digunakan dalam konteks kepemilikan properti, seperti “eigendom van onroerend goed” yang berarti “milik properti tanah.”

Saat ini, eigendom verponding sudah berubah menjadi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB).

8. Erfpacht

Sama seperti eigendom, erfpacht juga merupakan surat keterangan tanah peninggalan zaman penjajahan Belanda. Bedanya, erfpacht adalah merupakan istilah yang mengacu pada sistem sewa tanah.

Dalam sistem erfpacht, seseorang atau entitas (seperti pemerintah atau pemilik tanah) memberikan hak kepada individu atau entitas lain untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah selama jangka waktu tertentu, sering kali berpuluh-puluh tahun, tanpa harus membeli tanah tersebut.

Pemegang erfpacht harus membayar sejumlah uang kepada pemilik tanah sebagai biaya sewa atau royalti.

Meskipun mereka tidak memiliki tanah tersebut secara fisik, pemegang erfpacht memiliki hak eksklusif untuk menggunakannya selama jangka waktu yang telah disepakati.

Selama masa berlakunya erfpacht, pemegangnya dapat membangun bangunan atau fasilitas di atas tanah tersebut, tetapi biasanya mereka harus mengikuti peraturan dan ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh pemilik tanah atau otoritas setempat.

9. Opstaal

Masih dari peninggalan Belanda, selanjutnya adalah surat keterangan tanah bernama opstaal. 

Opstaal merujuk pada hak yang menerangkan kepemilikan bangunan dan tanaman yang beradan di atas bidang tanah orang lain.

10. Pipil

Pipil adalah Surat Tanda Pembayaran Pajak non sertifikat yang berlaku sebelum tahun 1960.

Surat pipil  tanah merupakan bukti penguasaan tanah hak lama dan harus dikonversi.

***

Semua surat tanah tradisional tersebut kini tidak bisa dijadikan alat bukti yang sah dalam kepemilikan rumah.

Jadi, jika Anda masih memegang surat-surat tersebut, segera ganti dengan sertifikat yang berlaku ya!

Semoga ulasan di atas bermanfaat untuk Anda, Property People!

Kunjungi Blog 99 Indonesia untuk mendapatkan informasi menarik seputar hunian.

Sedang butuh properti? Pastikan untuk mencarinya hanya di 99.co/id ya.




Tiara Syahra Syabani

Seorang jurnalis/editor kemudian beralih profesi menjadi content dan copywriter. Pecinta buku komik Hai, Miiko! Senang traveling dan makan makanan gurih.

Related Posts