Butuh waktu bertahun-tahun untuk mengumpulkan uang muka agar bisa membeli sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Namun, usaha tersebut bisa saja sia-sia ketika jumlah tabungan tidak berimbang dengan cepatnya kenaikan harga rumah.
Sulitnya mengumpulkan uang demi membeli rumah pun dialami Zukhairil (28), seorang pegawai swasta di Bandung.
Dia butuh waktu lama untuk menabung demi membeli sebuah rumah di pinggiran Kota Bandung. Hunian itu pun dia beli dengan harga yang cukup mahal baginya.
“Saya menabung setahun lebih lah untuk bisa bayar DP rumah, itu juga di daerah Ciwastra ujung, perbatasan kota dengan Kabupaten Bandung. Dengan gaji saya yang tidak begitu jauh dari UMR, tidak bisa cari di tengah kota, harganya juga naik cepat,” ujarnya saat diwawancara Berita 99.co Indonesia, Selasa (6/7/2021).
Di era serba digital ini, kian banyak teknologi yang membuat orang lebih mudah bertransaksi untuk membeli berbagai jenis barang.
Dengan menggesek kartu kredit, kita bisa secara mudah membawa smartphone keluaran terbaru pulang ke rumah. Bahkan, hal ini pun mungkin terjadi walau kita tidak membawa uang sama sekali atau saat rekening di bank tidak mencukupi.
Kita akan membayar smartphone yang baru saja kita beli di kemudian hari dengan cara mencicil setiap bulannya.
Dengan begitu, kita tidak perlu menabung dalam waktu yang lama untuk menikmati barang yang kita impikan.
Andaikan cara seperti itu juga berlaku ketika kita akan membeli rumah sebagai aset di masa depan.
Sayangnya, selama ini kita hanya mengenal sistem yang mengharuskan kita membayar uang muka sebesar 20% sampai 30% sebelum mengajukan KPR ke bank.
Jika saja membeli rumah semudah membeli smartphone terbaru, tentu banyak anak milenial tidak akan mengeluh di media sosial tentang nasibnya yang harus menumpang rumah mertua untuk bisa tetap bertahan hidup.
Namun, semua itu bisa berubah semenjak sistem pembelian rumah DP 0% mulai diperkenalkan kepada masyarakat.
DP Rumah 0%, dari Anies Baswedan dan Disambut Developer Perumahan
Asal-usul mencuatnya sistem rumah DP 0% ini pertama kali dikenalkan Anies Baswedan pada 2017, yang kala itu mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Kemudian, gagasan tersebut tersiar cepat ke telinga masyarakat Indonesia.
Gagasan ini pun memicu pro dan kontra di tengah masyarakat serta pengamat ekonomi, terutama mengenai segmen target program ini.
Selain itu, pertimbangan paling penting mengenai jalan atau tidaknya program ini adalah pada pihak perbankan.
Angin segar pun berembus pada 1 Maret 2021, saat Bank Indonesia mengumumkan akan melonggarkan Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) sebesar 100%.
Dengan begitu, pihak pengembang dan bank memiliki dasar aturan yang jelas ketika memperbolehkan masyarakat membeli rumah meski tidak memiliki DP.
Bagi sebagian pengembang, pelonggaran LTV 100% merupakan solusi untuk meningkatkan jumlah penjualan properti.
Sementara, bagi masyarakat, kebijakan ini seolah-olah memberi harapan bahwa mereka bisa memiliki hunian dalam waktu cepat.
Karena program ini terbilang masih baru, tentu belum semua pengembang menjalankan program ini.
Faktanya di lapangan, hampir semua pengembang masih mengharuskan konsumennya untuk menyiapkan DP setidaknya 20% sampai 30% saat akan membeli rumah.
Salah satu pengembang yang sudah mempraktikkan program rumah tanpa DP ini adalah Joko Suranto.
Kepada 99.co Indonesia, dia mengaku bahwa rumah yang dipasarkan di salah satu proyeknya, Buana Tamansari Raya, Karawang, bisa dibeli dengan DP 0%.
“Ya kami, ketika ada keputusan LTV 100%, kami publish di perumahan kami menggunakan skema itu,” ujarnya ketika dihubungi pada Kamis (17/6/2021).
Pengembang lainnya juga cukup antusias menyambut program yang diharapkan dapat mendongkrak jumlah penjualan properti ini.
Marketing Communication Citanusa Group, Bobry Primasyahrizal, mengakui bahwa selama ini DP kerap menjadi momok calon pembeli rumah.
“Dari awal tahun, sejak awal tahun (memperkenalan program rumah DP 0%). Kami launching program ini awal Januari, antusiasnya banyak,” ujar Bobry kepada 99.co Indonesia ketika diwawancara via Google Meet, pada Kamis (24/6/2021).
Cara Developer Mengubah Keraguan Masyarakat akan Rumah Dp 0%
Baik Joko Suranto dan juga Bobry, mengakui bahwa banyak pertanyaan masyarakat mengenai kebenaran dari program ini.
Pasalnya, meski kebijakan Bank Indonesia ini telah dipublikasikan, masih banyak masyarakat yang ragu untuk membeli rumah tanpa DP.
Maka dari itu, pengembang pun berupaya menyosialisasikan program ini dengan berbagai cara.
Salah satu cara andalan untuk mempromosikan rumah tanpa DP adalah melalui internet.
“Untuk sekarang yang lebih banyak dengan media sosial, sekitar 35% (dari total porsi promosi),” ujar Joko yang juga menjabat Ketua Real Estat Indonesia Jawa Barat ini.
Hampir sama dengan Joko, Bobry juga mengandalkan media sosial dan marketplace properti sebagai alat pemasaran.
“Traffic di Rumah123.com juga meningkat, kami lihat traffic di medsos meningkat. Kami investasikan biaya promosi untuk online, kami promosi konten, media sosial kami aktifkan terus,” katanya.
Tidak cukup sampai di situ, Joko dan Bobry sebagai pihak dari pengembang juga masih sering melakukan promosi offline.
Mulai dari memasang spanduk, billboard, hingga bekerja sama dengan perusahaan tempat para “pencari rumah” bekerja.
“Kami menayangkan video di kantin, beberapa perusahaan juga mengizinkan open table. Beberapa juga ada yang kasih slot khusus, misalnya ketika mereka lagi kumpul, dikasih slot untuk presentasi,” kata Bobry.
Iming-Iming Kemudahan Bagi Pembeli
Upaya mendongkrak penjualan rumah melalui program rumah DP 0% pun tidak berhenti pada sosialisasi.
Pengembang pun terus gencar menawarkan kemudahan pada calon pembelinya.
Misalnya, proyek Buana Kotabaru Raya di Karawang milik Joko Suranto menawarkan diskon yang besar jika membeli rumah tanpa DP.
Diskon yang ditawarkan bisa mencapai Rp44 juta ditambah bunga ringan yang hanya sekira 4%.
Sementara, Bobry hanya mengharuskan pembeli membayar booking fee sebesar Rp900 ribu dan selanjutnya bisa langsung melakukan akad KPR.
“Kami tambahkan lagi, pembeli enggak perlu mikirin BPHTB, AJB, semua enggak usah dipikirin, langsung akad,” kata Bobry.
Lalu, pertanyaannya adalah apakah iming-iming tersebut cukup untuk menjemput impian para milenial yang ingin segera memiliki hunian?
Realisasi Rumah DP 0%
Meski promosi telah dilakukan ke sana dan kemari, realisasi penjualan rumah tanpa DP di lapangan masih sangat minim.
Hal itu pun diakui oleh Executive Vice President Nonsubsidized Mortgage & Consumer Division Bank BTN, Suryanti Agustinar.
“Debitur yang mengajukan KPR Non Subsidi dengan program DP 0% sampai dengan saat ini masih sangat terbatas,” kata Suryanti kepada 99.co Indonesia, Jumat (18/6/2021).
Dia juga mengatakan bahwa program rumah DP 0% belum cukup efektif untuk meningkatkan pemilikan rumah meski sudah ada kebijakan sebagai stimulan untuk beberapa segmen masyarakat.
Tidak hanya itu, sampai saat ini, menurutnya, masih banyak pengembang yang masih memprioritaskan konsumen yang sudah memiliki DP saat akan membeli rumah.
“Ada beberapa yang juga menjadi pertimbangan debitur, di antaranya ingin kreditnya tidak terlalu besar agar angsuran lebih ringan,” ujarnya.
Minimnya realisasi ini juga diakui Joko Suranto.
Sebenarnya, menurut Joko, tidak ada masalah dari pihaknya dalam menjalankan program rumah DP 0%.
“Sepanjang bank approve kami berikan (pembelian rumah tanpa DP),” katanya singkat.
Namun, sampai saat ini, Joko mengaku, belum ada pembeli yang membeli rumah dengan DP 0%.
“Jadi meski kita buka DP 0%, ternyata belum ada realisasinya, meski sudah konsep B2B,” katanya.
Selain itu, lanjut Joko, masalah kerap terjadi antara calon pembelinya dengan pihak bank.
Pasalnya, sebelum menyelesaikan transaksi, banklah yang memiliki kewenangan untuk menilai apakah seseorang dianggap sanggup atau tidak untuk membeli rumah.
Kasus ini tidak hanya terjadi dalam program rumah DP 0, bahkan program pembelian rumah yang reguler menggunakan DP pun kerap terjadi masalah yang sama.
“Kalau dari 2020 terakhir, (rasio) persetujuan bank hanya 35 sampai 40 persen. Kalau dari awal 2021 sampai sekarang, 60%,” ujarnya.
Namun, kasus berbeda dialami Citanusa Group.
Menurut Bobry, program rumah DP 0% adalah win-win solution untuk pengembang dan pencari rumah.
Dari total 300-an unit yang terjual tahun 2021, sekira 70% di antaranya dibeli dengan menggunakan skema DP 0%.
Latar belakang pembelinya pun beragam, mulai dari pegawai sampai wiraswasta.
“Jadi kami ada dua proyek di Karawang Barat dan Karawang Timur. Di Karawang Barat, pembelinya fifty-fifty, ada karyawan dan wiraswasta. Kalau di Karawang Timur, pegawai swasta di lingkungan pabrik,” ujarnya menambahkan.
Momok Kredit Macet
Salah satu momok bagi bank dan pencari rumah dalam proses KPR adalah kredit macet.
Berbagai faktor bisa menyebabkan seorang nasabah atau pembeli rumah tidak mampu lagi membayar cicilan KPR kepada bank.
Misalnya, kontrak pekerjaannya dihentikan, PHK, atau usaha yang bangkrut.
Apalagi jika hendak mengajukan KPR tanpa DP, tentu berdampak pada jumlah cicilan yang semakin besar.
Jika pembeli rumah tidak lagi sanggup membayar KPR, dampaknya rumah bisa saja disegel bank atau dilelang.
Untuk mencegah masalah seperti ini, bank pun mencoba berbagai upaya, terutama dalam hal menyaring nasabah yang akan mengajukan KPR.
Suryanti juga mengakui bahwa penyaringan nasabah juga menjadi salah satu faktor sulitnya masyarakat menjangkau program hunian DP 0%.
“Kesulitan yang dihadapi nasabah lebih kepada jenis pekerjaan yang tidak masuk kepada kriteria jenis pekerjaan yang dapat diberikan kebijakan program DP 0% seperti wiraswasta,” ujarnya.
Pihak bank, menurut Suryanti, lebih menyukai nasabah yang memiliki jenis pekerjaan dengan risiko yang sudah terukur.
Misalnya, pegawai berstatus karyawan tetap yang sudah memiliki jumlah penghasilan yang pasti setiap bulannya.
Selain itu, untuk mencegah kredit macet, pihak bank juga bekerja sama dengan berbagai lembaga lelang yang dapat membantu jika suatu hari nasabah mengalami kredit macet.
“Termasuk ada asuransi kredit dan kerja sama dengan lembaga lelang baik pemerintah maupun swasta,” ujarnya menambahkan.
Mitigasi kredit macet memang umumnya dilakukan oleh bank.
Namun, ada juga beberapa pengembang yang berinisiatif menyaring nasabah dari awal agar proses transaksi di bank bisa berjalan secara lancar.
“Sebelum kami lempar ke bank, kami punya analis sendiri. Kami periksa dulu apakah dia benar sanggup atau capable atau tidak. Untuk long term, apakah dia karyawan tetap atau belum,” ujar Bobry.
Rumah Tanpa DP Skema Pemilikan Hunian yang Ideal?
Untuk melihat apakah program rumah DP 0% ini adalah skema yang ideal atau tidak, tentu kita harus melihat kondisinya di lapangan saat ini.
Salah satu yang menjadi isu terbesar saat ini adalah generasi milenial yang terancam tidak bisa memiliki rumah padahal mereka adalah target pasar yang besar.
DP yang besar menjadi salah satu faktor banyak generasi milenial memilih menunda membeli rumah.
Adanya program rumah DP 0% pun diharapkan menjadi angin segar untuk anak muda yang mengimpikan membangun keluarga kecil di rumah sendiri, bukan rumah mertua.
Salah satunya adalah Rizaldi (30), seorang pegawai sebuah instansi Pemerintah Provinsi Jawa Barat di Kota Bandung.
“(Program rumah DP 0%) Sangat efektif, apalagi jika yang bener-bener (pengembang menjalankan program) tanpa DP, kita benar cicil harga rumah saja. Sangat membantu buat milenial,” katanya.
Rizaldi sendiri pada akhir 2019 telah membeli sebuah rumah di kawasan Cibiru, Kota Bandung.
Rumah seharga Rp315 juta tersebut dibelinya dengan skema DP 0%.
Namun, skema tersebut tidak seperti yang ada dalam bayangannya.
Berdasarkan pengalamannya, DP tersebut akan dicicilnya kemudian setelah akad kredit dengan pihak bank.
Dalam skema ini, rumah senilai Rp315 juta tersebut diajukan ke bank dengan harga Rp390 juta.
“Setelah uang tersebut dicairkan bank, developer mengembalikan uangnya lagi ke bank sekitar Rp70-60 juta (sebagai DP). Jadi saya tetap membayar DP tapi dicicil,” ujarnya.
Dia pun tidak menampik bahwa gimmick rumah DP 0% ini adalah salah satu faktor yang menarik perhatiannya.
Selain itu, faktor strategisnya lokasi yang sangat dekat dengan sejumlah akses transportasi juga menjadi faktor pendukung yang membuatnya tertarik membeli rumah di kompleks perumahan tersebut.
Meski dengan menggunakan skema DP 0% ini beban cicilannya menjadi besar, menurut Rizaldi hal tersebut bukan masalah.
“Rumah kan investasi, mau enggak mau kalau rumah mah harus dipaksain. Ya kita harus mengurangi biaya pengeluaran untuk konsumsi sekunder atau tersier daripada kita enggak punya rumah,” ujarnya.
Lain Rizaldi, lain pula dengan Zukhairil yang membeli rumah tanpa skema DP 0%.
Dia harus menabung lebih dari satu tahun mengumpulkan uang muka untuk bisa membeli sebuah rumah senilai Rp400 jutaan di daerah Ciwastra, Kota Bandung.
Sebelum akad KPR, Zukhairil sebelumnya harus membayar uang muka sebesar Rp30 juta kepada pengembang.
Kepada 99.co Indonesia, Zukhairil mengaku bahwa dia memilih membeli rumah menggunakan DP karena masih meragukan skema tanpa DP.
Ditambah lagi, jika membeli rumah tanpa DP, tentu akan berujung pada besarnya jumlah cicilan KPR yang dibebankan setiap bulannya.
“Sejujurnya, saya sih belum paham soal rumah tanpa DP karena literasi saya cari rumah, ya harus dengan DP,” ujarnya.
Jadi, untuk Zukhairil, saat mencari rumah, bukan gimmick keringanan DP yang dicarinya, melainkan perhitungan besaran cicilan dan lokasinya.
“Saya yang gaji UMR ditambah umur masih segini susah di tengah kota, akhirnya nyari daerah perbatasan supaya lebih murah,” katanya.
Kebingungan mengenai regulasi DP 0% ini juga tidak hanya dialami masyarakat sebagai calon pembeli rumah, tetapi juga oleh pihak pengembang.
Pasalnya, kata Bobry, ketika masa-masa awal pemberlakuan peraturan tersebut, belum semua bank dapat memfasilitasi skema pembelian rumah tanpa DP.
Selain itu, sebagai pihak pengembang, Joko Suranto dan Bobry Primasyahrizal memiliki PR untuk meyakinkan calon pembeli bahwa skema DP 0% yang ditawarkannya bukan gimmick semata seperti yang dialami oleh Rizaldi saat membeli rumah.
“(Untuk meyakinkan konsumen) Kami berani cashback booking fee kalau KPR ditolak bank. Jadi benar-benar ringan banget, supaya orang bisa lebih mudah punya rumah,” ujarnya.
Dari sisi perbankan, Suryanti Agustinar juga mengakui bahwa program rumah DP 0% ini belum memberikan dampak signifikan.
Menurut Suryanti, salah satu faktornya adalah program ini sangat segmented.
“Dampak DP 0% bagi Perbankan sampai saat ini belum terlalu signifikan karena diperuntukkan untuk market yang sangat segmented semisal ASN, TNI, Polri, BUMN, BUMD, anak perusahaan dan swasta besar (Blue Chips), dan developer tertentu,” ujarnya.
Harapan Punya Rumah Sendiri
Meski di lapangan program ini belum terlihat cukup efektif, Suryanti berharap masyarakat dapat terpancing untuk berinvestasi properti melalui skema beli rumah tanpa DP.
“Diharapkan (program rumah DP 0%) dapat memancing masyarakat untuk berinvestasi di properti ditambah lagi dengan adanya kebijakan relaksasi PPN 10 persen,” ujarnya.
Kebijakan relaksasi PPN 10% juga menjadi harapan bagi pengembang untuk dapat meningkatkan penjualan rumah.
Pasalnya, kebijakan relaksasi PPN ini dapat meringankan beban pengembang dan calon pembeli rumah.
“Bila perlu, insentif PPN diperpanjang, (karena) bakal mendorong betul ekonomi melalui sektor properti,” ujarnya.
Dari rangkaian obrolan bersama pengembang, pihak bank, dan juga konsumen, semua tampak sepakat bahwa program rumah DP 0% ini dapat memancing masyarakat untuk dapat segera memiliki rumah.
Namun, program ini tidak dapat berdiri sendiri sebagai stimulan pemilikan rumah.
Misalnya saja pengembang membutuhkan insentif PPN yang diharapkan dapat meringankan beban pengusaha dan juga masyarakat sebagai konsumen.
Selain itu, masyarakat khususnya generasi milenial juga membutuhkan rumah dengan harga lebih terjangkau di tengah kota.
***
Semoga artikel ini bermanfaat untuk Sahabat 99 ya!
Jangan lupa membaca artikel mendalam lainnya mengenai rumah DP 0% di portal Berita 99.co Indonesia.
Penulis Utama: Theofilus Richard
Editor: Elmi Rahmatika
Penanggung Jawab: Tiara Syahra
Tim Penulis:
Artikel ini merupakan rangkaian liputan khusus Tim Berita 99.co Indonesia mengenai Rumah DP 0%