Persatuan Perusahaan Real Estat lndonesia (REI) mengaku masih ada kendala terkait Program Sejuta Rumah (PSR). Meski saat ini hampir 70% anggota REI adalah pengembang rumah subsidi, Soelaeman Soemawinata, Ketua DPP REI mengakui bahwa pelaksanaan PSR masih dihadapkan oleh berbagai hambatan antara lain belum terealisasinya kebijakan penyederhanaan perizinan untuk pembangunan rumah bersubsidi sesuai amanah PP No 64 tahun 2016, masih terjadinya bottle neck penyaluran subsidi FLPP oleh perbankan di sejumlah daerah karena kekurangan SDM, serta masih adanya kendala teknis dan operasional di 2017 yang perlu dibenahi.
REI juga tengah melakukan riset spesifikasi teknis struktur dan arsitektur untuk rumah subsidi. Diharapkan hasil riset yang dilakukan oleh REI dapat memberimasukan kebijakan bagi PUPR, sehingga menghasilkan spek rumah subsidi yang tepat dan murah untuk peningkatan laju pembangunan rumah MBR diseluruh daerah.
”Kami yakin pemerintah senantiasa mendukung bisnis properti secara konkrit terutama terkait perizinan di daerah, karena terbukti industri ini dapat menjadi stimulan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor riil,” ungkap dia.
Sebenarnya, lanjut Eman, posisi REI hanya “relawan” dalam pembangunan rumah rakyat, karena sesuai amanah UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman upaya menyediakan rumah rakyat merupakan wewenang dan tanggungjawab pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Oleh karena itu, sangat disayangkan bila dalam tiga tahun PSR berjalan, belum seluruh pemangku kepentingan memberikan perhatian dan kepedulian terhadap program strategis nasional tersebut, khususnya terkait kemudahan perizinan, serta dukungan dalam penyediaan listrik dan air di lokasi perumahan subsidi yang dibangun anggota REI.
Penyediaan listrik dan air bersih merupakan salah satu syarat untuk akad kredit. Kalau spiritnya tidak sama, kemudian pasokan listrik atau air lama, maka akad kredit tertunda dan yang menderita adalah pengembang, karena menanggung bunga kredit konstruksi (modal kerja) yang tinggi. Padahal marjin membangun rumah subsidi sangat kecil yakni di bawah 10 persen.
REI saat ini terus memperjuangkan agar pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mendorong suku bunga kredit konstruksi dapat diturunkan sehingga finansial pengembang rumah subsidi bisa lebih kuat. Saat ini bunga kredit konstruksi untuk pengembang subsidi disamakan dengan bunga buat pengembang nonsubsidi yang berkisar 11%-13%. Sementara untuk pembeli rumah subsidi pemerintah sudah menyediakan KPR dengan suku bunga 5% dan uang muka 1%.
“Kami kira program ini bagus sekali tapi akan sulit terealisasi kalau belum semua stakeholder bergerak. REI tidak bisa lari sendiri, karena kami butuh support pemangku kepentingan lain, mengingat PSR ini adalah program strategis nasional dan bagian dari Nawacita Presiden Jokowi,” papar dia.
Salah satu pengembang yang sedang membangun rumah bersubsidi adalah PT Bukit Nusa Indah Perkasa. Developer ini mengembangkan rumah subsidi bernama Permata Mutiara Maja didekat stasiusn KRL Maja. Lokasinya begitu strategus karena berjarak kurang lebih 800 dari KLR maja dan juga banyaknya angkutan umum perkotaan di sekitarnya.
Perkembangan kawasan ini juga didukung pembangunan infrastruktur Kota Maja yang semakin berkembang karena akan adanya akses Jalan Tol Jakarta Tangerang, Exit Toll Balaraja Barat serta adanya peningkatan jalan eksisting, pembangunan tol Serpong-Balaraja dan jalan non tol ROW 40 m dari Pamulang BSD-Maja.
Permata Mutiara Maja sendiri sedang meluncurkan 3 klaster. Ada klaster Kalimaya 1, Kalimaya 2 dan Saphire. Luas tanahnya pun dijual mulai dari 60 m2 hingga 90 m2. Untuk harga, unitnya dijual mulai dari harga Rp130 juta saja lho.