Berita Ragam

Mengerikan, Peneliti Ungkap Pekalongan dan Kota Ini Paling Cepat Tenggelam Akibat Banjir Pantura Pulau Jawa

3 menit

Tak hanya Jakarta, banjir juga menerjang jalur pantai utara (pantura) Pulau Jawa setelah diguyur hujan dengan intensitas tinggi. Bahkan, akibat banjir pantura kendaraan tidak dapat melintas karena arus air yang deras.

Selain curah hujan ekstrem, salah satu biang kerok terjadinya banjir tersebut adalah penurunan tanah.

Peneliti geodesi dari Institut Teknologi Bandung Heri Andreas mengaku tidak terkejut bila daerah-daerah di jalur pantura Pulau Jawa terendam banjir pada 2021 ini.

Heri dan tim telah menemukan adanya penurunan tanah (land subsidence) yang mengerikan di jalur pantura sejak beberapa tahun lalu.

“Jadi memang pantura ini tanahnya turun luar biasa. Nah konsekuensinya nanti akan lebih rendah dari laut atau lebih rendah dari sungai di beberapa bagiannya sehingga rawan banjir,” ujar Heri kepada National Geographic Indonesia dikutip Kompas TV.

Penurunan Tanah Sepanjang Pantura

Menurut Heri, salah satu daerah di pantura yang patut menjadi sorotan adalah Semarang.

Heri mencatat, penurunan tanah di Semarang sudah terjadi setidaknya sejak 20 tahun lalu.

Jika selama 20 tahun terakhir dikalikan dengan kecepatan penurunan tanah sebesar 5 sentimeter per tahun, berarti setidaknya tanah di Semarang sudah turun 1 meter.

Tak hanya itu, Heri juga waswas dengan penurunan tanah di jalur pantura secara umum.

Jalur Pantura adalah jalan yang memanjang dari Pelabuhan Merak, Cilegon, hingga Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi.

Dari sisi barat pantura, kecepatan penurunan tanah yang tinggi dan semakin cepat sudah ditemukan di Tangerang bagian utara, terutama di daerah Kosambi, dan Teluk Naga.

Kemudian di Kamal Muara, DKI Jakarta dan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi.

Kemudian, di pantura Jawa Barat, seperti daerah Pamanukan, Pondok Bali, Pamtiban, hingga Indramayu.

Heri memprediksi, banjir rob di Pantura Jawa Barat akan luar biasa pada sepuluh tahun mendatang.

“Bahkan nggak usah tunggu 10 tahun lagi. Kalau hujannya deras banget, itu bisa banjir juga,” ujarnya.

Kota Paling Cepat Tenggelam

banjir pekalongan

okezone.com

Ke jalur pantura bagian Jawa Tengah, Heri menyoroti penurunan tanah di Pekalongan.

Menurutnya, kondisi penurunan tanah di Pekalongan lebih luar biasa daripada Jakarta.

Sebagai perbandingan, perluasan banjir akibat penurunan tanah di Jakarta mencapai tiga kali lipat.

Rinciannya, kala tanpa ada penurunan tanah, banjir Jakarta hanya seluas 4 ribuan hektare.



Tapi sekarang, karena ada faktor penurunan tanah, sudah jadi seluas 12 ribu hektare.

Adapun di Pekalongan, perluasan banjir akibat penurunan tanah bisa mencapai lebih dari tiga kali lipat.

“Pekalongan itu menjadi salah satu kota paling cepat tenggelam di dunia. Ini prediksi saya. Sekarang ini sudah 35% area Kota Pekalongan terdampak banjir. Di 2030-2040 85% wilayah kotanya itu ada di bawah laut,” ujarnya.

Daerah-daerah di pantura yang kecepatan penurunan tanahnya masih relatif agak kecil adalah Cirebon, Tegal, Brebes, dan Pemalang.

Penurunan tanah relatif agak lambat mungkin karena jumlah penduduknya lebih sedikit dan manajemen airnya lebih bagus.

“Kalau Pekalongan itu kota dengan manajemen air paling buruk di Jawa. Karena 90% penyediaan air oleh pemerintah di sana itu menyedot air tanah lewat program PAMSIMAS (Program Nasional Penyediaan Air Minum)” ujarnya.

Kemudian, di daerah pantura bagian timur, kecepatan penurunan tanah yang relatif cepat ditemukan di wilayah Surabaya.

Kecepatan penurunan tanah yang paling mengerikan di jalur pantura adalah Jakarta yang bisa mencapai 20 sentimeter per tahun.

Lalu Pekalongan yang bisa mencapai 15 sentimeter per tahun, Semarang dan Surabaya hingga 20 sentimeter per tahun.

Penyebab Permukaan Tanah Turun

Ada tujuh faktor yang bisa menyebabkan permukaan tanah di suatu daerah menurun.

Dua merupakan faktor alamiah atau disebabkan oleh alam, lima lainnya adalah faktor antropogenik atau disebabkan oleh manusia.

Dua faktor alamiah adalah berupa kompaksi dan tektonik.

Menurut Heri, kontribusi kedua faktor alamiah itu paling maksimum hanya akan menyebabkan kecepatan penurunan tanah di jalur pantura sebesar 2,3 sentimeter per tahun.

Jadi, jika ada daerah-daerah di pantura yang kecepatan penurunan tanahnya mencapai 10 sentimeter hingga 20 sentimeter per tahun sebagian besar disebabkan oleh faktor antropogenik.

“Faktor antropogenik itu meliputi eksploitasi air tanah; beban bangunan dan infrastruktur; eksploitasi migas; eksplorasi geotermal dan tambang bawah permukaan; dan terakhir pengeringan lahan gambut,” papar Heri.

Di sebagian besar daerah di Pulau Jawa, penyebab utama penurunan tanahnya adalah eksploitasi atau penyedotan air tanah secara berlebihan.

Hal ini terjadi pada Jakarta, Semarang, dan Pekalongan.

Di Jakarta, penyebab utama turunnya tanah adalah beban bangunan dan eksploitasi air tanah.

Sementara Pantura Jabar seperti di Muara Gembong hingga Indramayu, lebih cenderung disebabkan eksploitasi migas.

“Nah kemudian untuk Pekalongan tadi jelas eksploitasi air tanah. Kalau Semarang, terutama di bagian utara dan timur, itu ada kawasan industri yang jadi penopang Jawa Tengah. Jadi bisa dipastikan itu juga karena eksploitasi air tanah.”

***

Bagaimana pendapatmu, Sahabat 99?

Semoga informasi tersebut bermanfaat.

Ikuti terus artikel penting lainnya di Berita 99.co Indonesia.

Kunjungi juga www.99.co/id untuk menemukan rumah impianmu!




Ilham Budhiman

Lulusan Sastra Daerah Unpad yang pernah berkarier sebagai wartawan sejak 2017 dengan fokus liputan properti, infrastruktur, hukum, logistik, dan transportasi. Saat ini, fokus sebagai penulis artikel di 99 Group.

Related Posts