Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online tahun ini diwarnai dengan protes dari masyarakat karena kebijakannya yang dinilai tidak adil. Polemik PPDB 2019 ini berkaitan dengan kuota anak berprestasi untuk siswa SMA yang terlalu sedikit, yakni hanya sebesar 5% saja.
Seperti dilansir di kabar24.bisnis.com, inilah tanggapan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengenai permasalahan ini.
Sikap Ganjar Pranowo Terhadap Polemik PPDB 2019
Mendengar keluh kesah dari warganya, Ganjar Pranowo langsung berkomunikasi dengan pihak Kementerian dan mendesak mereka untuk segera mengevaluasi kebijakan ini.
“Saya setiap hari ditanya masyarakat terkait PPDB online ini. Mereka bertanya soal zonasi serta minimnya tempat bagi siswa berprestasi karena kuota yang disediakan hanya 5 persen. Maka tadi malam saya menggelar rapat dengan dinas dan saya telepon langsung pak Menteri Pendidikan terkait masalah-masalah ini,” tegas Ganjar ketika diwawancarai mengenai masalah ini.
Ganjar berpendapat bahwa peraturan Menteri Pendidikan nomor 51 tahun 2018 tentang PPDB yang menerapkan zonasi dengan kuota 90% dan jalur prestasi hanya 5% cukup bermasalah.
Baca Juga:
Pasalnya, siswa-siswa yang berprestasi akan terganjal untuk masuk ke SMA favorit karena aturan ini.
“Ini sebagai penghargaan bagi mereka yang berprestasi. Kalau kuota jalur prestasi hanya 5 persen, menurut saya itu terlalu sedikit. Kalau bisa dinaikkan lah, saya usul boleh tidak kuota jalur prestasi diubah dari 5 persen menjadi 20 persen. Kalau bisa 20 persen, maka mereka yang berprestasi, yang sekolahnya niat, ujian belajar sungguh-sungguh, mereka mendapatkan pilihan sekolah melampaui zonasi yang sudah ditetapkan,” beber Ganjar.
Aturan yang Tidak Adil di Mata Gubernur Jateng
Ganjar menilai kebijakan ini tidak adil karena akan mempersulit masyarakat.
Selain itu, Gubernur Jateng juga mempermasalahkan kebijakan pendaftar tercepat yang lebih diprioritaskan.
“Sekarang kan rumusnya cepet-cepetan, kalau itu masih digunakan, ya akan terjadi gejolak di masyarakat. Mengatasi persoalan ini harus ada perubahan peraturan. Contoh saja di SMA 3 Semarang, itu kalau sistemnya cepet-cepetan, dalam hitungan menit saja itu sudah penuh kuotanya. Yang tidak masuk kan pasti nggondok [kecewa],” jelasnya.
Perbedaan PPDB 2019 dan 2018
Ternyata, terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada kebijakan PPDB 2019 dan 2018.
Perbedaan tersebut mengacu pada penerimaan SD, SMP, dan SMA yang menerapkan mekanisme zonasi.
Sementara itu, PPDB SMK masih menggunakan sistem penerimaan yang berbasis pada nilau ujian siswa.
Mekanisme zonasi tidak mempertimbangkan aspek nilai UN, namun lebih menitik beratkan pada jarak rumah yang dekat dengan sekolah.
Baca Juga:
Nilai UN hanya dipakai untuk para siswa yang hendak menempuh jalur prestasi.
***
Semoga artikel ini bermanfaat, Sahabat 99.
Simak tulisan dan informasi menarik lainnya hanya di BLog 99.co Indonesia.
Sedang mencari rumah impian? Cari saja di 99.co/id!