KPR subsidi adalah program yang dirancang untuk memudahkan MBR mendapatkan hunian. Namun sayangnya, Kementerian PUPR menemukan permasalahan dalam penyalurannya. Benarkah tidak tepat sasaran?
Hasil audit yang dilakukan BPK, BPKP, dan Itjen Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menemukan beberapa permasalahan.
Salah satunya, bank pelaksana program penyaluran kredit kepemilikan rumah (KPR) bersubsidi yang tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan pemerintah.
Lantas apa saja masalah lainnya yang ditemui?
Untuk lebih jelasnya, simak ulasannya berikut ini!
KPR Subsidi Tidak Tepat Sasaran
Permasalahan KPR Subsidi
Dilansir dari laman propertiindonesia.id, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR, Eko D Heripoerwanto, mengatakan beberapa permasalahan.
Adapun beberapa permasalah penyaluran KPR subsidi tersebut di antaranya:
- Rumah KPR bersubsidi yang tidak sesuai tata ruang/perizinan.
- Keterlambatan penyaluran SBUM oleh bank pelaksana.
- Keterlambatan penyetoran dana bergulir.
- Tarif dana FLPP oleh bank pelaksana, bahkan terjadi dua rumah KPR subsidi digabung menjadi satu rumah.
Pemberian Subsidi KPR Harus Sesuai Persyaratan
Menurut Eko, pemerintah senantiasa mengingatkan perbankan agar memerhatikan ketepatan sasaran penerima KPR.
Hal itu ia utarakan saat menjadi Keynote Speaker dalam forum diskusi online bertema “Optimalisasi Dukungan Bank Pelaksana demi Menjamin KPR Subsidi yang Lebih Tepat Sasaran” yang digelar Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) Selasa, (15/6/2021).
“Pemerintah selalu mengingatkan perbankan penyalur KPR agar selalu memperhatikan ketepatan sasaran penerima KPR bersubsidi sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan,” ujar Eko.
Pihaknya juga telah mengimbau kepada perbankan agar memperhatikan hal yang berkaitan dengan ketersediaan air minum, jaringan listrik dan utilitas di perumahan yang dibangun para pengembang.
Semua hal itu harus diperhatikan sebelum melakukan akad kredit.
Pasalnya, masih ditemukan perumahan yang belum punya aliran listrik, air bersih, jauh dari angkutan umum, dan lainnya.
Perbankan juga harus bisa lebih menyosialisasikan tentang syarat huni rumah bersubsidi kepada calon debitur masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Hal-hal tersebut perlu disadari bahwa itu bukan tanggung jawab Kementerian PUPR tetapi pemerintah daerah. Karena itu pengembang harus komunikasi dengan Pemda-nya,” kata Eko.
Kualitas Rumah Subsidi
Sementara itu, Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Arief Sabaruddin mengakui, ketepatan sasaran dari pemenuhan rumah bersubsidi untuk MBR masih menjadi tugas pemerintah.
Ketepatan sasaran yang dimaksud tidak hanya terkait sasaran penerima atau MBR saja, tetapi juga menyangkut kualitas rumah bersubsidi yang dibangun pengembang.
Diperlukan peran pemerintah sebagai regulator dalam mengembangkan sistem besar untuk membangun ekosistem perumahan yang lebih baik.
Hadirkan Berbagai Sistem yang Memudahkan
PPDPP sendiri telah memberikan kontribusi dengan mengembangkan sistem yang merangkum seluruh proses dalam pemenuhan rumah bersubsidi dengan berbasis teknologi informasi.
“Sejak tahun lalu kami sudah meluncurkan SiKasep (Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan) sebagai sistem besarnya dengan beberapa subsistem di bawahnya yang lebih detail dan memiliki fungsi spesifik,” jelas Arief.
Subsistem yang dimaksud antara lain Sistem Pemantauan Konstruksi (SiPetruk), Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang), dan Sistem Aktivasi QR Code (SiAki QC).
Sistem-sistem tersebut saat ini sudah bisa digunakan oleh semua stakeholder perumahan bersubsidi, mulai dari konsumen, pengembang, hingga perbankan.
Sistem besar SiKasep juga terkoneksi dengan lembaga-lembaga lain dalam rangka pengembangan big data perumahan.
Ia menyebut koneksi sudah terbangun antara lain dengan Dukcapil Kemendagri, Ditjen Pajak Kemenkeu, BSSN, termasuk yang utama dengan 44 bank pelaksana serta anggota dari 21 asosiasi pengembang.
Sementara itu, Ketua Umum DPP APERSI, Junaedi Abdillah, mengatakan, bagi pengembang, yang menjadi fokus utama saat ini adalah bagaimana bisa mengakomodir semua kepentingan dengan mudah.
Terlebih lagi di masa pandemi saat ini dibutuhkan dukungan dan kemudahan agar sektor perumahan bisa menjadi lokomotif ekonomi.
Di satu sisi, Junaedi turut menyoroti berbagai aplikasi yang telah diterapkan justru dapat memberatkan pengembang, misalnya spek yang ditentukan.
Oleh karena itu, dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah bagaimana pengembang bisa diperhatikan dan masyarakat juga tetap diutamakan.
***
Semoga informasi ini dapat bermanfaat untuk Sahabat 99!
Baca artikel menarik dan terbaru lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Ingin miliki hunian masa depan yang nyaman dan modern seperti di Anarta House BSD City?
Pastikan hanya mencari di 99.co/id, ya!