Puisi Sapardi Djoko Damono memiliki tempat tersendiri di hati para penggemarnya karena menyentuh hati dan tidak lekang oleh waktu. Inilah kumpulan puisinya yang paling dikenal!
Sapardi Djoko Damono adalah seorang sastrawan kebanggaan Indonesia yang dikenal lewat karya-karyanya yang sederhana tetapi begitu menyentuh hati.
Dalam puisi-puisinya, ia kerap menggunakan nuansa alam seperti hujan, matahari, daun, bunga, pagi, dan malam.
Sejumlah puisinya pun telah banyak dijadikan musikalisasi sehingga makin popular dikenal di kalangan anak muda.
Ingin tahu apa saja puisi Pak Sapardi yang paling dikenal?
Simak puisi-puisinya di bawah ini!
20 Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono
1. Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu
Kita abadi memungut detik demi detik,
merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu
Kita abadi
2. Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
3. Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
4. Hatiku Selembar Daun
Hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput;
Nanti dulu,
biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat adalah abadi
sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.
5. Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini.
kau akan tetap kusiasati,
Pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari
6. Kuhentikan Hujan
Kuhentikan hujan
Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan
Ada yang berdenyut dalam diriku
Menembus tanah basah
Dendam yang dihamilkan hujan
Dan cahaya matahari
Tak bisa kutolak
Matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga
7. Hanya
Hanya suara burung yang kau dengar
dan tak pernah kaulihat burung itu
tapi tahu burung itu ada di sana
Hanya desir angin yang kaurasa
dan tak pernah kaulihat angin itu
tapi percaya angin itu di sekitarmu
Hanya doaku yang bergetar malam ini
dan tak pernah kaulihat siapa aku
tapi yakin aku ada dalam dirimu
8. Menjenguk Wajah di Kolam
Jangan kau ulang lagi
menjenguk wajah yang merasa
sia-sia, yang putih yang pasi itu.
Jangan sekali-kali membayangkan
wajahmu sebagai rembulan.
Ingat, jangan sekali-kali. Jangan.
Baik, Tuan.
9. Sajak Kecil tentang Cinta
Mencintai angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
Mencintai-Mu harus menjelma aku
10. Sajak Tafsir
Kau bilang aku burung?
Jangan sekali-kali berkhianat
kepada sungai, ladang, dan batu.
Aku selembar daun terakhir
yang mencoba bertahan di ranting
yang membenci angin.
Aku tidak suka membayangkan
keindahan kelebat diriku
yang memimpikan tanah,
tidak mempercayai janji api yang akan menerjemahkanku
ke dalam bahasa abu.
Tolong tafsirkan aku sebagai daun terakhir
agar suara angin yang meninabobokan
ranting itu padam.
Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat
untuk bisa lebih lama bersamamu.
Tolong ciptakan makna bagiku,
apa saja — aku selembar daun terakhir
yang ingin menyaksikanmu bahagia
ketika sore tiba.
11. Kita Saksikan
Kita saksikan burung-burung lintas di udara
Kita saksikan awan-awan kecil di langit utara
Waktu itu cuaca pun senyap seketika
Sudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnya
di antara hari buruk dan dunia maya
kita pun kembali mengenalnya
Kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata
saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia
12. Akulah Si Telaga
Akulah si telaga:
berlayarlah di atasnya;
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil
yang menggerakkan bunga-bunga padma;
berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
perahumu biar aku yang menjaganya.
13. Metamorfosis
Ada yang sedang menanggalkan
kata-kata yang satu demi satu
mendudukkanmu di depan cermin
dan membuatmu bertanya
tubuh siapakah gerangan
yang kukenakan ini
Ada yang sedang diam-diam
menulis riwayat hidupmu
menimbang-nimbang hari lahirmu
mereka-reka sebab-sebab kematianmu
Ada yang sedang diam-diam
berubah menjadi dirimu.
14. Sajak Putih
Beribu saat dalam kenangan
Surut perlahan
Kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh
Sewaktu detik pun jatuh
Kita dengar bumi yang tua dalam setia
Kasih tanpa suara
Sewaktu bayang-bayang kita memanjang
Mengabur batas ruang
Kita pun bisu tersekat dalam pesona
Sewaktu ia pun memanggil-manggil
Sewaktu kata membuat kita begitu terpencil
Di luar cuaca
15. Dalam Diriku
Dalam diriku mengalir sungai panjang
darah namanya
Dalam diriku menggenang telaga darah
sukma namanya
Dalam diriku meriak gelombang sukma
hidup namanya!
Dan karena hidup itu indah
Aku menangis sepuas-puasnya.
16. Sementara Kita Saling Berbisik
Sementara kita saling berbisik
untuk lebih lama tinggal
pada debu, cinta yang tinggal berupa
bunga kertas dan lintasan angka-angka
Ketika kita saling berbisik
di luar semakin sengit malam hari
memadamkan bekas-bekas telapak kaki,
menyekap sisa-sisa unggun api sebelum fajar
Ada yang masih bersikeras abadi
17. Tentang Matahari
Matahari yang ada di atas kepalamu itu
adalah balon gas yang terlepas dari tanganmu
Waktu kau kecil, adalah bola lampu
yang ada di atas meja ketika kau menjawab surat-surat
yang teratur kauterima dari sebuah alamat,
adalah jam weker yang berdering
Saat kau bersetubuh, adalah gambar bulan
yang dituding anak kecil itu sambil berkata:
“Ini matahari! Ini matahari!”
Matahari itu? Ia memang di atas sana
supaya selamanya kau menghela
bayang-bayangmu itu.
18. Ia Tak Pernah
Ia tak pernah berjanji kepada pohon
untuk menerjemahkan burung
menjadi api
Ia tak pernah berjanji kepada burung
untuk menyihir api
menjadi pohon
Ia tak pernah berjanji kepada api
untuk mengembalikan pohon
kepada burung
19. Gerimis Jatuh
Gerimis jatuh kau dengar suara di pintu
Bayang-bayang angin berdiri di depanmu
Tak usah kau ucapkan apa-apa; seribu kata
Menjelma malam, tak ada yang di sana
Tak usah; kata membeku,
Detik meruncing di ujung Sepi itu
Menggelincir jatuh
Waktu kaututup pintu
Belum teduh dukamu
20. Dalam Doaku
Dalam doa subuhku ini kau menjelma langit yang
semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk pucuk cemara yang
hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya
mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja
yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu
bunga jambu, yang tiba tiba gelisah dan
terbang lalu hinggap di dahan mangga itu
Magrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang
turun sangat perlahan dari nun disana, bersijingkat
di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku
Aku mencintaimu,
itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
keselamatanmu
***
Demikian sejumlah puisi Sapardi Djoko Damono.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk Sahabat 99!
Simak juga artikel menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Sedang mencari hunian impian di Tangerang?
Temukan beragam pilihan perumahan seperti di Sky House BSD hanya di 99.co dan Rumah123.com, karena kami memang #AdaBuatKamu.