Seorang warga Nganjuk bernama Nurul Hasanah (42), harus menghadapi kenyataan pahit setelah menjadi korban penipuan dan harus kehilangan rumah. Penipuan ini berawal dari pinjaman koperasi untuk melunasi utang suaminya.
Beberapa waktu lalu, Nurul mendapat surat peringatan dari Pengadilan Negeri Nganjuk yang memintanya segera mengosongkan rumah.
Surat tersebut dikirim setelah Nurul dinyatakan kalah dalam gugatan yang diajukan oleh LJ.
Kronologi Utang hingga Meminjam Uang ke Koperasi
Melansir detik.com, kejadian ini berawal ketika Nurul dan suami memiliki utang.
Kemudian, dua oknum pengacara, PWK dan TB, menawari keduanya untuk mengajukan pinjaman ke koperasi pada tahun 2017 untuk melunasi utangnya.
Total pinjaman yang diajukan di koperasi adalah sebesar Rp600 juta.
“Dua oknum pengacara berinisial PWK dan TB menjanjikan pinjaman di koperasi tersebut akan cair dengan bunga yang sangat mencekik, yakni 30 persen,” kata kuasa hukum Nurul, Wahju Prijo Djatmiko, dikutip dari Kompas.com, Kamis (26/8/2021).
Setelah dibujuk oleh PWK dan TB, Nurul dan suaminya pun menyepakati pinjaman tersebut.
Setelah itu, mereka mendatangi seorang notaris di Nganjuk untuk menandatangani sebuah dokumen.
Karena tidak mengerti hukum, Nurul tidak paham isi dari dokumen tersebut.
Menurut Djatmiko, Nurul dipaksa oleh PWK dan TB menandatangani selembar kuitansi kosong.
“Setelah menerima pencairan dana sekitar Rp 600 juta, sertifikat tanah dan rumah milik Nurul diserahkan kepada LJ,” ujarnya.
Kebenaran Terkuak saat Hendak Jual Rumah
Menjelang jatuh tempo utang kepada Koperasi, Nurul berniat menjual rumahnya.
Namun, tanpa diketahui, ternyata rumah tersebut telah menjadi milik LJ.
Saat itu, Nurul dan suami pun baru menyadari bahwa dokumen yang ditandatanganinya tersebut adalah akta jual beli rumah.
Sementara, kuitansi kosong tersebut digunakan sebagai bukti pembelian rumah senilai Rp840 juta.
Nurul merasa tidak adil karena nilai rumahnya sendiri mencapai Rp3 miliar.
Saat itu, dia langsung menandatangani dokumen tersebut karena merasa “kepepet” membutuhkan uang sesegera mungkin.
LJ yang mengklaim bahwa rumah tersebut adalah miliknya, kemudian menggugat Nurul dan suami dengan alasan tidak ada itikad baik untuk menyerahkan rumah.
Setelah melalui proses pengadilan, Nurul dan suami pun dinyatakan kalah.
Tidak terima dengan keputusan pengadilan, Nurul pun mengajukan banding dan kasasi.
Namun, keputusan pengadilan tidak berubah dan tetap memenangkan LJ.
Nasib buruk menimpa Nurul tidak selesai sampai di situ.
Belum beres perkara ini, sang suami terlebih dulu meninggal dunia.
“Kini Nurul yang telah ditinggal mati suaminya masih mencoba memperjuangkan haknya dengan mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung,” kata Djatmiko.
Melaporkan Tindakan Pidana sebagai Korban Penipuan
Selain gugatan perdata, Nurul juga mengajukan gugatan pidana karena merasa menjadi korban penipuan dan pemalusan surat oleh LJ.
Laporan ini pun telah masuk ke Polres Nganjuk beberapa waktu lalu.
“Bu Nurul ini ditipu. Kuitansi kosongnya dipalsukan, termasuk AJB yang katanya surat utang piutang,” ujar Djatmiko.
Penasihat hukum Nurul lainnya, Victor Asian Sinaga, mengatakan bahwa pihaknya telah melaporkan koperasi tersebut dengan tuduhan pemalsuan surat dan penipuan.
“Kami tuntut dengan Pasal 263 dan 264 tentang pemalsuan surat dan Pasal 368 tentang pemerasan dan 378 tentang penipuan dengan ancaman pidana di atas 5 tahun penjara,” kata Victor, dikutip dari detik.com, Kamis (26/8/2021).
Menurut Victor, praktik yang dilakukan koperasi tersebut tidak manusiawi karena membeli rumah secara sepihak dari utang Rp600 juga menjadi Rp840 juta dalam 8 bulan.
Padahal, harga rumah bernilai sekira Rp3 miliar.
Di sisi lain, TB mengaku pernah datang ke kediaman Nurul bersama PWK pada 2017.
TB yang saat itu masih magang, mengaku bahwa saat itu dia hanya mengantarkan PWK.
“Waktu itu zamannya saya masih belajar. Saya kan nyopiri Pak PWK, kemana-mana saya yang nyopiri karena kan waktu itu orangnya sakit,” kata TB.
TB juga mengaku tidak tahu menahu mengenai perubahan perjanjian dari peminjaman menjadi jual beli.
Bahkan, dia juga tidak mengetahui PWK yang disebut membujuk Nurul untuk menandatangani surat tersebut karena dia hanya bertugas mengemudikan mobil.
Selain itu, TB mengatakan, tidak bisa berbicara banyak lantaran PWK dan AR, notaris yang berurusan saat itu, sudah meninggal dunia.
“Sudah meninggal semuanya, (PWK) meninggalnya tahun 2020 atau berapa. Pak AR baru kemarin,” katanya.
***
Semoga artikel ini bermanfaat untuk Sahabat 99 ya!
Jangan lewatkan informasi menarik lainnya di portal Berita 99.co Indonesia.
Jika sedang mencari rumah di Bandung, bisa jadi Btari Summarecon adalah jawabannya.
Cek saja di 99.co/id untuk menemukan rumah idamanmu!