Program Sejuta Rumah memang sudah dimulai sejak bulan April 2015 lalu. Tapi kemajuan proyek ini terbilang cukup lambat. Pembangunan proyek ini masih terkendala banyak hal, dan banyak yang tidak yakin program ini dapat berhasil mencapai targetnya di tahun ini. Hal-hal yang menghambat program ini antara lain adalah perijinan dan lahan.
Sebenarnya dukungan yang diberikan dari bank untuk program ini cukup besar. Menurut Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk. Maryono, hingga bulan Juni 2015, BTN sudah menyiapkan kredit untuk pembiayaan pembangunan 480,000 rumah unit rumah, yang terdiri atas 336,000 unit rumah subsidi dan 144,000 rumah non subsidi.
Real Estate Indonesia (REI) juga terus berupaya mendorong program ini agar dapat mencapai targetnya. Setiap bulannya REI berusaha membangun sampai 20,000 unit rumah atau lebih. Hingga bulan Juni 2015, REI sudah menyediakan lahan untuk pembangunan lebih dari 114,000 unti rumah yang tersebar di 26 propinsi. Selain pembangunan rumah untuk proyek ini, REI juga mengusahakan dapat mencapai target penyediaan lahan untuk 247,725 unit rumah dalam 6 (enam) bulan ini.
Masalah penyediaan lahan ini tergganjal oleh banyaknya perijinan yang harus diurus oleh para pengembang. Untungnya, baru – baru ini pemerintah meninjau ulang jumlah perijinan untuk para developer. Pemangkasan perijinan lokasi menjadi 8 (delapan) dari 40 perijinan, diharapkan dapat memangkas waktu dan biaya, sehingga program pemerintah juga berjalan dengan baik.
Sayangnya, meskipun perijinan dipermudah, terbatasnya lahan, juga harga lahan yang terus meroket juga menyulitkan para pengembang untuk melaksanakan proyek ini. Banyak usul dilontarkan agar harga tanah tetap stabil untuk pelaksanaan program ini. Peraturan pemerintah 1:2:3 yang mengharuskan ada 3 (tiga) rumah sederhana, dan 2 (dua) rumah menengah untuk setiap 1 (satu) rumah mewah yang dibangun di satu daerah, dianggap sulit dilaksanakan. Ada beberapa daerah di mana pembangunan rumah sederhana tidak mungkin di bangun, di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta, misalnya. Lagipula jika ada rumah-rumah mewah dibangun di lahan yang sama dengan rumah menengah dan rumah sederhana, harga tanah tidak akan stabil, dan akan tsulit terkontrol dengan baik.
REI mengusulkan agar diberikan lahan khusus untuk pembangunan rumah murah. Jika semua dibangun di satu lokasi, harga tanah akan lebih dapat dikontrol. Salah satu caranya dengan memberikan jalan akses ke perumahan yang tidak terlalu lebar. Jika Right of Way (ROW) dibuat besar, luas jalan hingga mencapai 20 meter, nantinya akan berpengaruh terhadap akses dan perkembangan lokasi yang akan semakin ramai di kemudian hari, hal ini akan berdampak pada harga tanah yang semakin tinggi dan tidak terkontrol. Berbeda dengan, apabila ROW dipangkas menjadi sekitar 6 meter atau cukup untuk 1 (satu) atau 2 (dua) buah mobil saja. Jalan menuju rumah juga dibuat gang yang mungkin hanya cukup untuk orang berjalan, ataupun motor. Untuk perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) kondisi jalan seperti ini dianggap wajar. Jarang dari mereka yang memiliki mobil sebagai kendaaran, mayoritas mereka memiliki motor, jadi lebar jalan seperti itu masih akan cukup. Dengan sistem seperti ini, tentunya harga tanah di daerah tersebut dapat terkontrol dan target pembangunan rumah murah bagi masyarakat bawah akan tercapai.
Dengan adanya pengurangan ijin dan pemberian lahan khusus untuk rumah murah ini, semoga pembangunan Program Sejuta Rumah dapat mencapai targetnya. MBR dapat memiliki rumah murah yang layak sehingga kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan. Untuk info rumah lainnya, kunjungi website UrbanIndo! 😀