Berita Berita Properti

Di Bawah Pemerintahan Jokowi Kurun 2018-2020, 3.145 Kasus Sengketa Tanah Masih Belum Selesai. Kok, Bisa?

2 menit

Kementerian ATR/BPN masih memiliki lebih dari delapan ribu kasus sengketa tanah tiga tahun belakang, hampir setengahnya belum diselesaikan. Simak berita selengkapnya di bawah ini!

Melansir kompas.com, Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan RB, Agus Widjayanto menjelaskan, tepatnya ada 8.625 konflik pertanahan di tahun 2018-2020.

Sampai artikel ini dipublikasi, kasus yang baru selesai hanya sekitar 63,5 persen atau sejumlah 5.470 kasus.

Artinya, masih tersisa 3.145 yang belum diproses dan memiliki ketentuan akhir.

Menurut Agus, kasus sengketa tanah merupakan isu perbedaan pendapat dan persepsi antara dua belak pihak.

Pihak yang dimaksud adalah antarindividu, individu dan kelompok, sesama kelompok, atau individu dengan korporasi.

Lantas, masalah apa yang muncul sehingga konflik pertanahan belum selesai?

Berikut berita selengkapnya!

ATR/BPN Masih Memroses 3.145 Kasus Sengketa Tanah yang Belum Selesai

kasus sengketa tanah waduk saguling

sumber: jabarekspres.com

Kasus sengketa tanah yang ditangani kebanyakan mengenai status kepemilikan dan penguasaan tanah.

Beberapa kasus juga membahas keputusan pejabat tata usaha negara di bidang pertanahan.

Melansir Kompas, Agus berserta staf Kementerian ATR/BPN berkomitmen untuk menyelesaikan semua konflik pertanahan.

Ia menjelaskan, munculnya banyak kasus disinyalir karena peralihan aset tanah dan proses jual beli yang tidak sesuai dengan prosedur.

Oleh karena itu, Agus meminta masyarakat untuk lebih teliti dan cermat dalam memahami peraturan pertanahan.

Peraturannya bisa dilihat pada pasal 16 UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Pasal tersebut membahas tentang macam-macam hak pertanahan, termasuk hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak milik.



“Itu yang tertuang di pasal 16 UUPA, selain macam hak atas tanah tersebut tidak ada,” ucap Agus, seperti dikuti dari Kompas, Rabu (06/10/21).

Tidak lupa, Agus menegaskan peraturan kepemilikan tanah, yakni satu bidang satu sertifikat.

Apabila tanah tersebut memiliki lebih dari satu sertifikat, maka tidak sah dan perlu dipertanyakan.

“Bisa sertifikatnya yang tidak benar maupun alas haknya yang tidak benar. Oleh karena itu salah satu sertifikatnya dapat dibatalkan,” jelasnya.

Proses Jual Beli dan Peralihan Hak Tanah Harus Dilakukan secara Sah

transaksi tanah

Alasan mengapa banyak tanah yang memiliki sertifikat ganda adalah proses jual beli yang kurang jelas.

Itulah mengapa Agus menyarankan masyarakat untuk melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

“PPAT itu cek di Kantor Pertanahan, ini ada sita tidak, ada sengketa tidak. Kalau tidak ada baru dipastikan aman dan akan dilakukan pembuatan akta jual beli. Ketika ada akta jual beli baru dapat sah balik nama,” terangnya.

Selain itu, PPAT juga dapat membantu meminimalkan kesalahan serta kasus penipuan pertanahan.

Kendati demikian, Agus tetap mewanti-wanti masyarakat untuk memeriksa legalitas PPAT.

“Memang bisa saja ada iktikad tidak baik dari salah satu pihak misal dari penjual, bersekongkol untuk berpura-pura menjadi PPAT, bilang akan dicek ternyata malah ditukar sertifikatnya, seperti kasus yang sudah-sudah,” jelas Agus.

***

Semoga bermanfaat ya, Sahabat 99…

Jangan lupa pantau terus artikel menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.

Bagi kamu yang sedang mencari hunian modern dan strategis seperti Villa Tenayan, langsung kunjungi 99.co/id, ya!




Samala Mahadi

Lulusan Sastra Inggris Maranatha Christian University, Samala adalah seorang editor di 99 Group dari tahun 2021. Berpengalaman menulis di bidang properti, lifestyle, dan fashion. Hobi termasuk menulis dan segala hal berbau literatur dan Paleontologi.

Related Posts