Seperti yang sudah kita bahas bersama bahwa pemerintah memiliki program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Kabarnya, kini besaran iuran Tapera masih menjadi sesuatu yang menuai kontroversi. Sebenarnya, apa yang menjadi akar masalahnya?
Besaran Iuran Belum Ditentukan
Sejak awal tahun 2016, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah mengesahkan Undang-undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera). Meskipun sudah lama disahkan, ternyata besaran iuran dari Tapera belum juga ditentukan. Hal inilah yang membuat UU Tapera menjadi perdebatan di kalangan pengusaha.
Sementara ini, besaran iuran Tapera adalah 3 persen, namun belum masuk ke dalam UU Tapera. Besaran iuran Tapera sendiri diharapkan bisa disepakati untuk kemudian bisa dimasukkan ke dalam UU Tapera.
Membebani Pengusaha
Seperti yang sudah kita ketahui, UU Tapera dibuat untuk membantu pembiayaan pembangunan hunian bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Di sisi lain, ternyata UU Tapera menjadi salah satu kendala bagi dunia usaha.
Banyak pengusaha yang merasa keberatan dengan besaran iuran Tapera. Menurut hitungan dari pemerintah, besaran iuran Tapera adalah 3 persen yang di mana 2,5 persen dibebankan kepada pengusaha dan 0,5 persen akan dibebankan kepada para pekerja.
Penolakan dari para pengusaha pun muncul. Hal ini disebabkan oleh tujuan para pengusaha yang tentunya ingin meningkatkan daya saing dari usahanya. Di samping tujuannya itu, para pengusaha masih harus dibebani dengan kewajiban untuk membayar iuran tertentu para karyawannya.
Tumpang Tindih dengan Program BPJS?
Ada beberapa pihak yang bahkan menyebutkan bahwa program Tapera akan bersinggungan dengan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Benarkah demikian? Memang ada beberapa kesamaan yang membuat keduanya dianggap saling tumpang tindih.
Pertama, dimulai dari syarat untuk menjad peserta. Keduanya mewajibkan para pekerja untuk menyisihkan dan menyimpan uang dalam jumlah tertentu setiap bulannya yang kemudian bisa digunakan pada jangka waktu yang telah ditentukan.
Selanjutnya, keduanya pun memiliki tantangan yang sama, yaitu terkait pelaporan jumlah data karyawan dan penghasilan karyawan. Keduanya disebut bersinggungan karena sama-sama menyediakan pembiayaan rumah murah bagi MBR.
Alangkah lebih baik memang harus diadakannya sebuah rumusan agar Tapera berjalan dengan baik, tidak merugikan pihak manapun, dan tidak tumpang tindih dengan program BPJS. Selanjutnya, akan dibentuk tim komisioner dan Peraturan Presiden (PP). Tidak sampai di situ karena akan disusun pula UU Tapera yang ditargetkan selesai pada tahun 2018.
Semoga ke depannya tidak ada lagi masalah mengenai Tapera dan manfaatnya bisa dirasakan oleh semua pihak yang membutuhkan. Bagaimana tanggapan Anda mengenai hal ini? Yuk, nantikan perkembangan informasinya hanya di Blog UrbanIndo!