Sahabat 99, kamu berencana membeli rumah syariah? Sudah paham belum dengan hukum dasarnya? Jangan gegabah, baca dulu penjelasannya pada artikel hukum kredit rumah syariah berikut ini!
Rumah syariah merupakan salah satu jenis properti yang cukup populer di kalangan masyarakat luas.
Jumlah penduduk Indonesia yang didominasi oleh umat muslim menjadi salah satu faktor meningkatnya penjualan rumah syariah.
Selain itu, penjualannya juga didukung dengan keunggulan rumah syariah yang sangat menguntungkan konsumen.
Beberapa keunggulan tersebut adalah ketidakhadiran riba, bunga, denda, risiko sita, dan proses BI checking.
Tidak heran kalau rumah ini selalu dicari oleh masyarakat menengah ke bawah, mulai dari wirausaha sampai pekerja paruh waktu.
Sayang seribu sayang, rumah syariah sering dijadikan topeng developer nakal.
Agar kamu tidak mudah tertipu, mari kita pelajari dasar hukum kredit rumah syariah di bawah ini.
Mendalami Pengertian Rumah Syariah di Dunia Jual Beli Properti
Sebelum kita membahas hukum kredit rumah syariah, mari kita dalami dulu pengertian mendasarnya.
Pembayaran rumah syariah berbeda dengan rumah konvensional.
Rumah syariah dijual dan dibangun menurut syariat Islam yang tidak memberatkan konsumen.
Selain tidak melibatkan riba, bunga, denda, dan lain-lain, rumah syariah juga tidak mewajibkan slip gaji bulanan.
Persyaratan slip gaji biasanya diminta pihak bank atau developer sebagai persyaratan KPR.
Perumahan syariah juga tidak meminta biaya asuransi dan dijalankan dengan akad pembelian yang tidak bermasalah.
Konsep syariah inilah yang menarik banyak minat pemburu properti, terutama umat muslim yang ingin punya rumah.
Rumah yang Dijual adalah Rumah Inden
Jenis rumah yang dijual di perumahan syariah adalah rumah inden.
Bagi kamu yang belum tahu, rumah inden adalah rumah yang baru dibangun setelah konsumen melakukan pemesanan.
Dalam istilah properti syariah, hal ini disebut dengan isthisna’ atau pesan bangun.
Pembeli rumah akan diminta untuk melunasi pembayaran terlebih dahulu sebelum rumahnya dibangun pengembang.
Hukum Kredit Rumah Syariah tentang PPJB dan AJB. Apakah Masih Tersedia?
Menurut hukum kredit rumah syariah, proses jual beli rumah hanya melibatkan dua pihak, yaitu pembeli dan developer.
Prosesnya tidak melibatkan bank sama sekali.
Walaupun begitu, rumah syariah masih melibatkan surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB).
“PPJB dan AJB tetap dilakukan,” jelas Ketua Asosiasi Developer Properti Syariah (DPS) sekaligus pengembang dari Royal Orchid Syariah, Arief Sungkar kepada 99.co.
Hal tersebut sesuai dengan peraturan pemerintah tentang jual beli rumah.
Surat PPJB dan AJB akan berlaku sebagai bukti hitam di atas putih yang menjamin semua hak pembeli agar terpenuhi.
Mengenai Masalah Keamanan Pembelian Rumah Syariah
Dari penjelasan di atas, sudah jelas kalau perumahan syariah cukup aman untuk dibeli karena dilindungi hukum.
Perlu diketahui, hukum seputar jual beli rumah syariah belum jelas dan masih berlindung di bawah payung Undang-Undang.
Arief juga menjelaskan hukum rumah syariah adalah hukum positif.
“Hukum positif, sehingga tidak berbeda dengan developer lain. Aturan pemerintah selalu diikuti. Selain aturan pemerintah, aturan syariah yang memang ditekankan,” ucap Arief.
Lalu, bagaimana jika kita menemukan masalah di tengah jalan, seperti kelalaian developer atau pembeli kabur?
Masalah ini biasanya diselesaikan secara kekeluargaan.
Kedua belah pihak akan diberikan waktu 1-2 bulan untuk berdiskusi.
Setelah permasalahannya selesai, baik pembeli dan developer diwajibkan melanjutkan tugas mereka masing-masing.
***
Semoga ulasan di atas bermanfaat ya, Sahabat 99…
Jangan lupa pantau terus artikel menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Untuk kamu yang tertarik membeli rumah syariah seperti The Billabong Soeta, langsung kunjungi 99.co/id, ya!