Pernahkah kamu melihat sebuah bangunan atau apartemen yang menjulang tinggi di dekat kawasan permukiman? Ternyata, aturan jarak bangunan dengan permukiman berpedemoman pada sebuah undang-undang, lo. Agar tak keliru, simak penjelasannya secara cermat!
Tak sedikit yang penasaran berapa aturan jarak bangunan dengan kawasan permukiman.
Hal ini karena di sejumlah daerah di Indonesia, tak jarang ditemui bangunan tinggi yang dekat dengan permukiman.
Bahkan, di beberapa kota besar di tanah air, jaraknya sangat berdekatan antara bangunan tinggi tersebut dengan permukiman sekitar.
Pertanyaannya, apakah jarak bangunan gedung dengan kawasan permukiman ada aturannya?
Sebenarnya, hal tersebut sudah dijelaskan dalam undang-undang, Sahabat 99.
Setiap bangunan gedung pastinya harus memenuhi standar teknis bangunan sesuai fungsi dan klasifikasinya.
Salah satu di antaranya adalah jarak bebas bangunan gedung dengan permukiman.
Lantas, bagaimana ketentuannya?
Dasar Hukum Aturan Jarak Bangunan
Perlu kamu ketahui bahwa aturan jarak bangunan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Pada UU Bangunan Gedung itu disebutkan mengenai peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung.
Setiap bangunan gedung juga harus memenuhi standar teknis bangunan gedung sesuai dengan fungsi bangunan gedung dan klasifikasi bangunan gedung.
Dasar hukum lainnya adalah Permen PUPR No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
Syarat Bangunan Gedung
Setiap bangunan yang berupa gedung juga harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
Hal ini pun tercantum dalam Pasal 7 UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Selanjutnya, dijelaskan juga mengenai apa yang dimaksud dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya.
Penjelasan mengenai keduanya pun tercantum dalam pasal dan UU yang sama.
Persyaratan administratif ini meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.
Kemudian untuk persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
Aturan Jarak Bangunan
Terkait jarak antara bangunan tinggi dengan permukiman yang ada di sekitarnya, ini berhubungan dengan persyaratan peruntukan, intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian
dampak lingkungan.
Dalam Pasal 10 UU No. 28 Tahun 2002, dijelaskan bahwa ini terdiri dari persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan.
Dalam hal ini, beberapa poin yang ada dalam pasal tersebut menjadi acuan utama terkait aturan yang wajib dipenuhi oleh setiap bangunan tinggi.
Terkait fokus pembahasan mengenai jarak antara bangunan tinggi dengan kawasan permukiman, simak lebih lanjut mengenai jarak bebas bangunan.
Jarak Bebas Bangunan
Jarak bebas bangunan adalah area yang berada di bagian depan, samping kiri dan kanan, serta belakang bangunan gedung dalam satu persil yang tidak boleh dibangun.
Hal ini tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
Pada Ayat (1) Pasal 21 tertulis:
“Setiap bangunan gedung yang didirikan tidak boleh melanggar ketentuan minimal jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL.”
Adapun jarak bebas bangunan gedung meliputi:
-
- Garis Sempadan Bangunan (GSB) yakni garis yang mengatur batasan lahan yang tidak boleh dilewati dengan bangunan yang membatasi fisik bangunan ke arah depan, belakang, maupun samping;
- Jarak bangunan gedung dengan batas persil, yakni garis yang membatasi jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung dengan batas persil;
- Jarak antar-bangunan gedung yakni garis yang membatasi jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung dengan bidang terluar massa bangunan gedung lain dalam satu persil.
Aturan jarak bebas bangunan itu mempertimbangkan berbagai aspek.
Mulai dari keselamatan terkait kebakaran, kesehatan terkait sirkulasi udara, pencahayaan, sanitasi, kenyamanan terkait pandangan, kebisingan, dan getaran, serta kemudahan terkait aksesibilitas dan akses evakuasi.
Permen PUPR No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung juga menjelaskan lebih spesifik.
Pada Bagian III.2.1.angka 2 huruf f poin I tertulis:
“Pada daerah intensitas bangunan rendah/renggang, maka jarak bebas samping dan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan:
- jarak bebas samping dan jarak bebas belakang ditetapkan minimum 4 m pada lantai dasar, dan pada setiap penambahan lantai/tingkat bangunan, jarak bebas di atasnya ditambah 0,50 m dari jarak bebas lantai di bawahnya sampai mencapai jarak bebas terjauh 12,5 m, kecuali untuk bangunan rumah tinggal, dan sedangkan untuk bangunan gudang serta industri dapat diatur tersendiri;
- sisi bangunan yang didirikan harus mempunyai jarak bebas yang tidak dibangun pada kedua sisi samping kiri dan kanan serta bagian belakang yang berbatasan dengan pekarangan.”
Jadi, kesimpulannya, jarak antara bangunan tinggi dengan kawasan permukiman tidak diatur secara spesifik.
Meskipun demikian, ada jarak bebas yang harus diperhatikan ketika membangun sebuah gedung termasuk dekat permukiman.
Hal tersebut terdiri dari GSB, bangunan gedung dengan batas persil, dan jarak antar-bangunan gedung yang harus diperhatikan.
Tentu jarak bebasnya ini harus sesuai dengan ketentuan minimal yang sudah ditetapkan.
***
Semoga bermanfaat, Sahabat 99.
Simak artikel menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Kamu sedang mencari apartemen di Jakarta Selatan?
Kunjungi www.99.co/id dari sekarang dan temukan hunian terbaikmu!