Berita Berita Properti

Alotnya Proses Mendapatkan Rumah untuk Milenial, Siapa yang Salah?

7 menit

Pembicaraan mengenai mahalnya rumah untuk milenial sering bergulir di tengah publik. Jomplangnya penghasilan milenial dibandingkan dengan harga rumah yang kian merangkak, disebut menjadi salah satu biang keroknya.

Namun demikian, hal ini tampaknya tak serta merta dialami oleh semua milenial di Indonesia. Contoh saja Wildan Aulia, seorang pegawai swasta yang bekerja di Kota Serang.

Walau harganya terus merangkak naik, Wildan merasa pede dan sanggup membeli rumah.

Bagi Wildan yang kini berusia 26 tahun, perencanaan matang dengan memanfaatkan sejumlah instrumen investasi adalah syarat mutlak untuk dapatkan hunian impian.

“Sangat mungkin, dengan perencanaan keuangan yang matang, salah satunya caranya menabung pada instrumen investasi yang dikuasai,” tegas Wildan, saat diwawancarai Berita 99.co Indonesia, pada Selasa (29/6/2021) lalu.

Optimisme Wildan dan mungkin beberapa milenial untuk mempunyai hunian tak lepas dari dukungan skema pembiayaan dari lembaga keuangan. Salah satu skema favorit masyarakat termasuk kalangan milenial untuk membeli rumah adalah Kredit Pemilikan Rumah atau KPR.

Rasa-rasanya, tanpa KPR membeli rumah serupa mimpi di siang bolong.

Pilihan itu pun diamini oleh Intan Silvia Dewi, seorang milenial yang berprofesi sebagai pegawai swasta di Cianjur.

Intan yang baru dikarunia seorang putri ini mengatakan, KPR adalah pilihan paling masuk akal melihat kencangnya harga rumah di pasaran.

“Mungkin saja karena sekarang meskipun harga rumah mahal, tapi untuk mendapatkannya tergolong ada yang dimudahkan tergantung jenis rumah, misal KPR,” ungkap Intan, pada Selasa (29/6/2021) lalu.

Di luar hal tersebut, keduanya seia-sekata jika harga rumah pada saat ini sangat tinggi dan sulit terjangkau.

“Ya sepakat, (harga rumah) semakin mahal,” singkat Intan.

Tidak hanya mereka berdua, lebih dari 100 orang milenial yang telah mengisi survei dari 99.co Indonesia mengenai ‘Survei Milenial Membeli Rumah Pertama’ pun serempak mengungkap hal yang sama; jika harga rumah pada zaman kiwari, mahal dan sukar dijangkau.

Rumah Sulit Dijangkau oleh Kalangan Milenial

Fenomena rumah untuk milenial yang harganya mahal bukan isapan jempol belaka.

Demi membuktikannya, kami membuat kuesioner bertajuk ‘Survei Milenial Membeli Rumah Pertama’.

Kuesioner tersebut kami udarakan lewat media sosial 99.co Indonesia dan Rumah123 (99 Group) selama satu minggu, mulai tanggal 21 Juni  hingga 28 Juni 2021.

Hasilnya, ada 151 milenial yang berpartisipasi; 57,6% wanita, 42,4% pria, dengan rentang umur mayoritas 20 sampai 30 tahun.

Salah satu pertanyaan yang kami lempar adalah: ‘Apakah harga rumah saat ini terjangkau?’

Hasilnya?

Lebih dari 80 persen mereka menjawab: harga rumah pada saat ini harganya mahal dan tidak terjangkau.

survei keterjangkauan rumah menurut milenial

Setali tiga uang dengan data di atas, berbagai pengamat properti mengungkap hal serupa.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan daya beli milenial terhadap rumah, kian hari akan semakin sulit.

Mengenai hal ini, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengungkapkan, setidaknya ada dua faktor yang membuat milenial sukar membeli rumah.

Pertama karena penghasilan, kedua gaya hidup.

“Penyebabnya daya beli penghasilan milenial tidak bisa mengejar kenaikan harga properti. Selain itu, gaya hidup milenial membuat daya cicil semakin rendah,” ungkap Ali, kepada Berita 99.co Indonesia, pada Senin (21/6/2021) lalu.

Memang tidak semua demikian, Ali melihat jika beberapa kalangan muda sebenarnya sanggup membeli sebuah rumah.

“Milenial secara rata-rata memang agak kesulitan dengan harga rumah yang semakin tinggi, kecuali milenial segmen menengah atas.”

“Mereka banyak dibantu juga oleh orang tuanya untuk membeli rumah, minimal untuk bayar uang mukanya. Namun sekarang mulai bisa beli properti dengan DP 0% sesuai kebijakan LTV BI,” tambahnya.

Ali lalu melanjutkan, perlu ada intervensi lebih dari pemerintah dalam mengupayakan rumah untuk milenial.

“Untuk milenial rata-rata golongan menengah bawah memang harus diberikan insentif untuk dapat memiliki rumah,” tambahnya lagi.

Terlebih pada saat ini, di mana pandemi Covid-19 tengah menghajar perekonomian Indonesia secara umum.

Hal tersebut berdampak cukup banyak pada pola belanja kalangan milenial.

Survei kami lantas menggambarkan demikian, di mana ada satu poin pertanyaan perihal rencana membeli rumah dalam waktu dekat.

Responden terbelah hampir seimbang, jawaban “Ya” akan membeli dalam waktu dekat berjumlah 55,7%, sedangkan “Tidak” 44,3%.

Artinya, rumah tak selalu menjadi prioritas utama.

Menurut Wakil Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Theresia Rustandi, pada saat ini sebagian milenial cenderung menyimpan uangnya dibanding membeli rumah atau berinvestasi di bidang properti.

“Pandemi Covid-19 mengubah pola belanja. Sebagian masyarakat cenderung menahan pengeluaran dan menyimpan dana di bank daripada membelanjakan atau menginvestasikan uangnya untuk properti,” ujarnya, saat diwawancarai via aplikasi pesan cepat, pada Selasa (22/6/2021) lalu.

Penilai Properti dari Kantor Jasa Penilai Publik Hendra & Rekan Aleviery Akbar mengatakan, sulitnya mendapatkan rumah untuk milenial tak akan terselesaikan dalam waktu dekat.

Pasalnya, banyak faktor yang harus ikut diselesaikan agar milenial mampu membeli rumah di kemudian hari.

“Masalah ini memang tidak bisa dipecahkan dalam waktu singkat sampai dengan GDP Indonesia bisa naik sehingga ekonomi bisa meningkat untuk menyejahterakan rakyatnya dan milenial bisa menyisihkan pendapatannya yang berlebih untuk mencicil pembelian rumah/properti,” jelasnya, kepada Berita 99.co Indonesia, pada Jumat (18/6/2021) lalu.

pernyataan pengamat properti

Pendapatan Milenial Tak Mampu Mengejar Harga Rumah

Suka tak suka, rumah untuk sebagian milenial memang bagaikan cinta yang bertepuk sebelah tangan.

Dikejar terus menerus, tapi susah sekali untuk digapainya!

Bagaimana tidak, sebab tren nilai rumah dari tahun ke tahun terus naik, sementara kenaikan upah minimum tak sanggup mengejarnya.

Data yang kami peroleh dari Indonesia Property Watch pada tahun 2021 mungkin sedikit menggambarkan.

Menurut data tersebut, tren pertumbuhan nilai penjualan rumah di Jabodebek-Banten mengalami pertumbuhan, sebesar 7,2% pada kuartal I/2021 (qtq).

tren nilai penjualan rumah Q1 2021

Walau menurut data tersebut pertumbuhannya terbilang lambat dari kuartal sebelumnya, tetap saja harga rumah terus naik.

Lalu, kita bandingkan dengan upah minimum pada tahun 2021 yang bahkan tak naik imbas pandemi Covid-19.

“Mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia pada masa pandemi Covid-19 dan perlunya pemulihan ekonomi nasional, diminta kepada gubernur untuk: 1. Melakukan penyesuaian penetapan nilai Upah Minimum Tahun 2021 sama dengan nilai Upah Minimum tahun 2020,” ungkap Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, dilansir laman cnnindonesia.com, pada 27 Oktober 2020 lalu.

Semesta seakan berkomplot dan kian memperlihatkan bila milenial sangat alot untuk membeli rumah idaman.

Ini berasal dari data Roadmap Sistem Perumahan Indonesia 2018-2025 yang menunjukkan bahwa kemampuan kredit masyarakat Indonesia masih tergolong rendah.

Indikatornya dari GDP per kapita sebesar 47,86 juta per tahun dan 52% berada pada klasifikasi masyarakat yang memiliki pengeluaran di bawah Rp2 juta per bulan.

Berbicara upah minimum pun yang naik 10% setiap tahunnya, tak membantu banyak.

Angka tersebut masih di bawah kenaikan harga properti sebesar 10-20% setiap tahunnya.

Selanjutnya, mari menguliti harga rata-rata rumah yang terjual pada Q1 tahun 2021.

Mengutip data dari Indonesia Property Watch pada tahun 2021, harga rata-rata unit terjual mengalami penurunan 3,4% (qtq).

Kenaikan paling tinggi terjadi di Jakarta sebesar 28,4%, Depok 12,2%, Bekasi 6,9%, dan Cilegon 3,9%.

Sementara penurunan rata-rata dialami oleh Serang sebesar 19,2%, Tangerang sekitarnya 8,1%, dan Bogor 0,7%.

tren harga rata-rata rumah

Kenyataan ini harus ditelan sebagai pil pahit bahwa kalangan milenial kian sulit untuk membeli rumah.

Jika dilihat dari survei yang kami buat, 44% responden menjawab bahwa pendapatan keseluruhan mereka dalam sebulan, rata-rata di bawah Rp5.000.000.

Lalu andai ingin mencicil rumah, merujuk pada survei yang sama, setengah partisipan menjawab; mereka hanya mampu untuk membayar cicilan kurang dari Rp3.000.000 dari penghasilan setiap bulannya. 



hasil survei gaji dan kesanggupan milenial mencicil rumah

Dengan demikian, sulit rasanya bagi milenial untuk mendapatkan rumah kecuali dengan berbagai intervensi dari pemerintah.

Pemerintah Perlu Melakukan Intervensi Demi Menyediakan Rumah untuk Milenial

Masalah yang bergulir pada umumnya seputar pembiayaan membeli rumah.

Sebagian besar milenial tak mampu membeli rumah karena pendapatannya tak sebanding dengan harga rumah yang terus merangkak naik.

Berbicara rumah murah, sebenarnya pemerintah sudah mencanangkan berbagai program, seperti KPR subsidi.

Program tersebut sebagai upaya untuk mendorong daya beli masyarakat terhadap rumah murah, termasuk untuk milenial.

Beberapa program itu, antara lain:

  • Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahaan (FLPP);
  • Subsidi Selisih Bunga (SSB);
  • Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).

Sinyal positif diperlihatkan oleh milenial mengenai rumah subsidi.

Ternyata, merujuk pada survei yang kami buat, 58,5% milenial menaruh minat pada program tersebut.

Aleviery Akbar, Penilai Properti dari Kantor Jasa Penilai Publik Hendra & Rekan pun setuju, bila intervensi dari pemerintah akan membantu kaum muda sanggup membeli rumah.

“Pemerintah memang harus memberikan subsidi kepada milenial seperti DP 0% yang pernah dicanangkan Pemda DKI. Dengan pembelian tanpa DP artinya kaum milenial bisa mencicil KPR dengan jangka waktu yg lebih panjang dan bunga rendah sehingga tidak membebani biaya hidupnya,” tuturnya.

Hal senada juga diurai oleh Theresia Rustandi.

Menurutnya, dorongan dari pemerintah sangat bisa membantu generasi milenial membeli rumah pertama.

“Stimulus pembiayaan perumahan dari Pemerintah, seperti uang muka kredit rumah nol persen, PPN ditanggung pemerintah sebesar 50-100 persen untuk penjualan hunian siap huni, hingga kemudahan cara bayar dari pengembang mempermudah generasi milenial membeli properti pertamanya.”

“Program rumah bersubsidi yang tepat sasaran, baik dari aspek peruntukan maupun kualitas bangunan yang memenuhi standar kelayakan tentunya membantu milenial membeli rumah impian,” jelas Sekretaris Perusahaan Intiland Development tersebut.

Namun, persoalan tak akan selesai begitu saja.

Sebab, hunian murah yang dikemas dengan program rumah subsidi dari pemerintah mengalami hambatan.

Hal ini diungkap oleh Aleviery Akbar, ia mengatakan jika saat ini pemerintah tengah kekurangan pasokan rumah subsidi.

Imbasnya?

Kaum milenial akan saling berebut untuk mendapatkan hunian terjangkau.

“Saat ini pemerintah memang dalam masalah kekurangan pasokan rumah subsidi untuk rakyatnya hingga >2 juta rumah per tahun.”

“Dengan permasalahan di atas maka kaum milenial pun juga akan berebut untuk mendapatkan rumah dari pemerintah, jika mereka ingin membeli properti dari developer swasta jelas harga properti yang ditawarkan akan lebih mahal dan para milenial sangat berat,” tutur Aleviery.

Selain itu, sebagian milenial tampaknya tak menaruh minat dengan konsep rumah subsidi.

Gambaran ini cukup jelas terlihat dari hasil survei yang kami buat.

Sebanyak 41,5% atau hampir separuh responden menjawab tak tertarik dengan rumah subsidi.

Bagi Ali Tranghanda, salah satu faktor yang membuat milenial tak menaruh minat membeli rumah subsidi karena gengsi.

Mereka menginginkan rumah ideal yang memiliki akses baik dan dekat dengan perkotaan.

“Rumah subsidi saat ini FLPP tidak bisa disamakan untuk segmen milenial, itu kategori berdasarkan daya beli menengah bawah, karena banyak juga milenial yang tidak mau membeli rumah subsidi karena alasan jauh dan gengsi.”

“Perlu dipikirkan hunian perkotaan untuk kaum menengah perkotaan yang saat ini masih sangat minim, pun di Jakarta,” tutur CEO Indonesia Property Watch ini.

Apa Kata Pemerintah?

Pemerintah lewat Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, Khalawi Abdul Hamid, mencoba mengurai faktor apa yang membuat milenial kesulitan membeli rumah.

Menurut Khawali, faktor-faktor tersebut adalah tingginya harga lahan, milenial cenderung tak memiliki pekerjaan tetap, dan mereka lebih memilih hunian sewa.

Sebagai solusi, Khawali menjelaskan, jika saat ini pemerintah sudah mengeluarkan peraturan untuk mengendalikan harga rumah.

“Sebagai upaya mendorong kepemilikan rumah, termasuk untuk milenial, pemerintah telah mengeluarkan peraturan untuk mengendalikan harga rumah yang dibangun oleh pengembang perumahan,” ungkap Khalawi kepada Berita 99.co Indonesia, pada Selasa (22/6/2021) lalu.

Salah satu peraturan tersebut yaitu: Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 242/KPTS/M/2020.

Dalam aturan tersebut banyak diatur mengenai: 

  • Batasan Penghasilan Kelompok Sasaran Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Bersubsidi,
  • Besaran Suku Bunga/Marjin Pembiayaan Bersubsidi,
  • Lama Masa Subsidi Dan Jangka Waktu Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah,
  • Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak Dan Satuan Rumah Susun Umum,
  • Batasan Luas Tanah Dan Luas Lantai Rumah Umum Tapak,
  • Luas Lantai Satuan Rumah Susun Umum Serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan.

Hingga Akhirnya, Serupa Mimpi Rumah pun Mesti Diperjuangkan

Di balik sulitnya membeli rumah, sebenarnya memperjuangan rumah adalah tugas mulia.

Berapa pun harganya, bagaimanapun bentuknya, di mana pun lokasinya, kelak rumah yang kita miliki harus merupakan versi terbaik dari harapan kita.

Meminjam lirik dari band gaek God Bless yang berjudul ‘Rumah Kita’, syair dari tembang tersebut menggambarkan jika seburuk-buruknya rumah, hunian sendiri akan lebih nikmat dibanding rumah orang lain.

“Lebih baik di sini, rumah kita sendiri

Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa

Semuanya ada di sini

Rumah kita”

Menyoal rumah terbaik versi milenial, survei kami mungkin sedikit menggambarkannya…

Dari kuesioner yang kami sebar, sebanyak 55,4% responden menyatakan, jika lokasi menjadi pertimbangan utama saat hendak membeli rumah.

Sebagian lain menjawab: harga, dekat dengan fasilitas umum, dan spesifikasi rumah menjadi pertimbangan terdepan.

Ya, bagi milenial rumah dengan lokasi strategis adalah versi terbaik bagi mereka.

Persis seperti apa yang diungkapkan oleh CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda.

Hal ini pun bagai diaminkan oleh Wildan dan Intan.

Keduanya sama-sama mengungkap hal serupa; lokasi dan lingkungan adalah daya tawar paling tinggi tatkala memilih sebuah rumah.

“Rumah yang ideal menurut saya adalah rumah dengan lokasi dan lingkungan mendukung seluruh kegiatan manusia yang akan menempatinya, baik untuk orang tua maupun anak,” singkat Wildan.

“Rumah yang bisa membuat nyaman penghuninya didukung dari lokasi yang strategis, lingkungan yang bersih,” tutur Intan.

Optimisme Kesanggupan Milenial untuk Beli Rumah Masih Ada

survei kesiapan milenial dalam membeli rumah

Walau melihat keadaan yang seperti tak memihak milenial, tapi asa tampaknya tak padam begitu saja.

Ada dua poin yang bisa menyimpulkan hal di atas.

Pertama, dari survei yang kami buat, 53% responden menjawab mampu membeli rumah walau harganya tinggi.

Lalu sebanyak 55,7% responden berencana membeli rumah dalam waktu dekat.

Kabar baiknya, 80% lebih responden, sudah menyiapkan dana tabungan khusus untuk membeli rumah.

Data tersebut menunjukkan ada persiapan dan keyakinan dari milenial bahwa mereka sanggup membeli rumah.

Terlebih, mereka cukup bijak karena sudah menyiapkan dana khusus untuk membeli rumah.

Tinggal bagaimana pemerintah mau membantu lebih serius untuk menyediakan rumah terjangkau untuk milenial.

Semoga bermanfaat, Sahabat 99.

Dapatkan rekomendasi rumah terbaik dengan harga kompetitif lewat www.99.co/id.

Cek sekarang juga!

***

Penulis Utama: Insan Fazrul Ramadhan

Editor: Bobby Agung Prasetyo

Penanggung Jawab: Tiara Syahra 

Tim Penulis:

Artikel ini merupakan rangkaian liputan khusus Tim Berita 99.co Indonesia mengenai Rumah bagi Milenial




Insan Fazrul

Sejak kuliah sudah aktif menulis di Pers Kampus. Usai lulus, Insan menjadi penulis lepas yang fokus dengan topik gaya hidup dan sepak bola. Kini, menulis di 99 Group dengan membahas properti, pendidikan, gaya hidup, hingga teknologi.
Follow Me:

Related Posts